TEMPO Interaktif, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengkritik kebijakan pemerintah terkait impor produk pertanian. Kadin menilai kebijakan pemerintah dinilai tidak memiliki visi untuk melindungi petani dan pasar domestik dari kebijakan impor jangka panjang.
Kepala Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J. Rachbini, serbuan barang impor dari berbagai negara merupakan refleksi dari kebijakan yang kurang visi dan kacau koordinasi. Tidak hanya soal kasus impor kentang, tapi juga impor buah-buahan. Padahal dalam Undang-Undang Hortikultura Nomor 13 Tahun 2010, sudah mengamanatkan perlunya perlindungan petani.
"Barang-barang impor masuk tanpa kontrol. Ini berarti benteng pertahanan negara hancur karena tidak punya proteksi mempertahankan produk dalam negeri," kata Didik dalam diskusi terkait impor produk pertanian yang tinggi di Menara Kadin, Jakarta, Selasa ,18 Oktober 2011.
Menurut dia, maraknya produk impor terjadi sejak Indonesia menandatangani perjanjian ASEAN-Cina Free Trade Agreement (ACFTA). Implementasi ACFTA mewajibkan penurunan tarif secara bertahap. Salah satunya melalui skema Early Harvest Programme untuk beberapa komoditas yang pada akhirnya semua bea masuk menjadi nol.
Pemerintah perlu membuat mekanisme non-tarif untuk komoditas tertentu yang tidak diatur tata niaganya. "Saya khawatir impor produk dari Cina makin membesar. Dulu hanya US$ 4 miliar, sekarang sudah hampir US$ 20 miliar," ungkapnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Ina Primiana, mengatakan produk pertanian, khususnya hortikultura, pada dasarnya bisa diproduksi oleh Indonesia. Alasannya, dari segi kualitas, tanah dan sumber daya alam yang dimiliki melimpah.
"Varietas bibit dan benih tanaman hortikultura sekarang sudah banyak ditemukan. Tapi sayangnya ini belum banyak dimanfaatkan oleh pemerintah, rata-rata digunakan hanya untuk skala kecil," ujarnya.
Ina juga menyayangkan langkah pemerintah yang banyak mengandalkan impor untuk solusi jangka pendek dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurutnya, dengan potensi tersebut, seharusnya Kementerian Perdagangan bisa membawa produk pertanian Indonesia menjadi komoditas unggulan di dunia internasional, bukan mengutamakan impor.
"Ada masalah kebijakan. Seharusnya kalau Kementerian Perdagangan bekerja dengan baik, pasti produk-produk kita sudah ada di seluruh dunia," katanya dalam kesempatan yang sama.
ROSALINA