TEMPO Interaktif, Jakarta - Dahlan Iskan menginginkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara bebas intervensi. Terutama intervensi politik.
"Direksi harus punya akal untuk mencegah intervensi. Intervensi politik," kata Dahlan yang baru saja ditunjuk sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara saat memberikan keterangan pers di Gedung PLN, Selasa, 18 Oktober 2011.
Bukan intervensi, tapi Dahlan menginginkan perusahaan pelat merah itu bisa lebih leluasa dalam melakukan tindakan korporasi. “Kalau dikekang bukan korporasi, tapi instansi. Biarlah perusahaan berkembang. Karena direksi perusahaan BUMN itu bukan orang bodoh," ucapnya.
Meski demikian, ia menyatakan akan tetap meminta tanggung jawab dari perusahaan BUMN atas keleluasaan yang diberikan. "Istilahnya madu juga ada racunnya. Racunnya harus ada tanggung jawab," kata Dahlan.
Intervensi dari pihak luar perusahaan, menurut dia, juga harus dikurangi. "Kalau intervensi BUMN dikurangi, masak direksi terima intervensi dari luar. Termasuk intervensi politik," katanya.
Ia bahkan meminta direksi perusahaan BUMN mundur jika tidak sanggup menghadapi intervensi. "Kalau enggak sanggup menjaga dirinya dari intervensi, jangan jadi direksi. Kalau mau ke politik, ke politik saja," katanya.
Sementara itu, untuk program 100 hari pertama, Dahlan menyebut akan melakukan efisiensi. "Karena laba tidak mungkin besar kalau tidak efisien," ujar Dahlan.
Ada tiga hal efisiensi yang disebut Dahlan, yakni surat, laporan, dan permintaan laporan. "Intinya surat, laporan, permintaan laporan harus berkurang 50 persen," kata Dahlan. Bahkan rapat-rapat juga harus dikurangi hingga 50 persen.
Dahlan menuturkan, surat-surat yang masuk ke kementerian BUMN toh juga belum tentu dibaca karena jumlahnya sangat banyak. Demikian juga jumlah laporan yang dinilai cukup banyak jumlahnya. "Masak perusahaan lebih banyak laporan daripada bekerja," katanya.
Sementara itu, Dahlan menyatakan akan merumuskan kebijakan bersama wakil menteri dan jajaran deputi dalam waktu dekat.
FEBRIANA FIRDAUS