TEMPO Interaktif, Banjarnegara - Bupati Wonosobo Kholiq Arief mengaku sudah mengirimkan nota protes kebijakan impor kentang ke pemerintah pusat. Nota protes tersebut dikirimkan karena saat ini pihaknya banyak mendapat keluhan dari petani kentang Dieng terkait anjloknya harga kentang Dieng.
"Kami meminta produk kentang lokal lebih dikembangkan daripada mengimpor kentang dari luar negeri," ujar Kholiq saat menghadiri pelantikan Bupati Banjarnegara, Selasa 18 Oktober 2011.
Kholiq mengatakan nota protes tersebut sudah dikirimkan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Ia juga meminta kepada pemerintah pusat agar petani diberi ilmu tentang teknologi terapan bagi petani kentang. Dengan teknologi tersebut kuantitas dan kualitas kentang Dieng diharapkan bisa naik, sehingga bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Saat ini, kata Kholiq, harga kentang Dieng sudah anjlok menjadi Rp 4.000, dari sebelumnya Rp 8.000 per kilogram. Di Dieng sendiri lahan yang ditanami kentang mencapai sekitar 3.000 hektare. "Saya juga meminta ribuan petani kentang Dieng memperbaiki penggarapan lahan yang ramah lingkungan," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo meminta agar pemerintah pusat tidak terlalu banyak mengimpor kentang. "Impor itu kan kebijakan pemerintah pusat, jumlahnya harus riil agar petani tidak dirugikan," kata Bibit.
Di Jawa Tengah, kata Bibit, sentra kentang ada di Dieng, lereng Merapi. Merbabu, dan Tawangmangu. Menurutnya, kentang dari daerah itu sebenarnya mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Jawa Tengah. Dia juga mengatakan sudah menyampaikan ke pemerintah pusat terkait keluhan petani tentang anjloknya harga kentang akibat kebijakan impor kentang.
Menurut Bibit, pemerintah pusat mengimpor kentang karena masih ada kekurangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Masyarakat, khususnya petani, akan rugi jika pintu impor berbagai jenis komoditas dibuka lebar.
Kendati demikian, dia mengakui impor tetap diperlukan, tapi jumlahnya harus dikendalikan dengan harapan tidak melampaui produksi petani dalam negeri.
ARIS ANDRIANTO