TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Majelis Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Cahyadi Takariawan, mengatakan partainya kemungkinan besar akan meminta kontrak ulang dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kontrak ulang dilakukan karena Presiden mengurangi jatah menteri PKS.
"Opsi yang paling mungkin, kita akan meminta semacam kontrak ulang, bukan keluar koalisi walau ada opsi keluar. Kemungkinan tetap di koalisi, tapi dengan meminta pembicaraan kontrak ulang," ujarnya ketika dihubungi wartawan, Rabu, 19 Oktober 2011.
Selasa malam, 18 Oktober 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan perombakan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dalam perubahan itu, jatah empat menteri PKS dikurangi menjadi tiga. Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata yang berasal dari PKS digantikan oleh Gusti Muhammad Hatta yang sebelumnya menduduki posisi Menteri Lingkungan Hidup. Gusti sendiri berasal dari kalangan profesional.
Sementara tiga menteri PKS lainnya, yakni Menteri Pertanian Suswono, Menteri Komunikasi dan Informatika Tiffatul Sembiring serta Menteri Sosial Salim Segaff Al Jufri tetap berada di pos masing-masing.
Pengurangan menteri ini, menurut PKS, melanggar kontrak koalisi PKS-Presiden. Wakil Sekjen PKS, Mafhudz Siddiq, mengatakan dalam satu dari tiga bagian kontrak tersebut disebutkan secara jelas bahwa PKS akan mendapatkan empat menteri di pos yang sudah dipastikan. Karena itu, menurut Mahfudz, PKS akan segera mengambil sikap terhadap perubahan ini. Sikap akan ditentukan dalam Rapat Majelis Dewan Syuro PKS. Alasannya, keputusan untuk masuk atau keluar dari koalisi berada di tangan Majelis Dewan Syuro.
Menurut Cahyadi, rapat Majelis Syuro yang seharusnya baru akan dilakukan pada bulan depan kemungkinan besar akan dipercepat. Namun, ia belum dapat memastikan kapan dan dimana rapat akan dilakukan. "Percepatan saya kira akan dilakukan," ujarnya.
Ia membantah anggapan bahwa pengurangan jatah menteri ini karena sikap keras beberapa anggota Fraksi PKS di DPR, seperti Anis Matta, Fachri Hamzah, dan sebagainya. "Walau bisa dikatakan sebagai pemicu, itu bukan satu-satunya. Kalau dianggap keras itu tak terlepas juga dari tidak terlaksananya perjanjian kontrak," ujarnya.
Menurut dia, hal yang menyebabkan adalah tidak adanya komunikasi yang baik antara Presiden dengan ketua-ketua partai koalisi. "Kalau komunikasi baik, maka akan menghilangkan salah persepsi atau beda pendapat."
FEBRIYAN