TEMPO Interaktif, Jakarta - Aliansi Masyarakat Selamatkan Pemilu (Amankan Pemilu) mendesak Mahkamah Konstitusi segera melakukan judicial review (uji materi) terhadap perubahan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Hingga sepuluh hari sejak didaftarkan permohonan ini belum diregistrasi oleh MK.
“Kami sudah mendatangi MK, tapi jawabannya masih dalam proses,” kata Abdullah Dahlan, aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW), anggota aliansi, Rabu 19 Oktober 2011 di Jakarta.
Padahal, kata dia, pemilihan anggota penyelenggara pemilu mendesak segera dilakukan. Kelambatan MK dalam menangani permohonan ini dikhawatirkan akan menyebabkan kegaduhan politik dalam proses seleksi.
Abdullah menyatakan Mahkamah harus segera memberi kepastian tentang keberadaan orang partai politik dalam lembaga penyelenggara pemilu. “Kami melihat masuknya partai politik adalah upaya untuk mengontrol lembaga ini,” kata dia. Masyarakat, kata dia, sangat berharap penyelenggara pemilu diisi oleh orang independen. “Akan terjadi ketidakadilan."
Alasannya, mantan anggota partai politik pasti memiliki ikatan meski sudah melepaskan keanggotaannya. Menurut Abdullah, judicial review menjadi satu-satunya jalan karena aspirasi publik tidak didengar saat pembahasan revisi undang-undang. “Ini kekhawatiran kami untuk menciptakan pemilu yang bersih,” ujar dia menjelaskan.
Pendapat senada diungkapkan Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (CETRO), Hadar Gumay. “Model penyelenggara seperti ini akan menghancurkan demokrasi,” kata Hadar. Padahal untuk menciptakan pemilu bersih diperlukan penyelenggara yang mandiri dan nonpartisan.
Keputusan rapat paripurna DPR pada 20 September 2011 lalu menghilangkan syarat keanggotaan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu tentang tidak menjadi anggota partai politik sebelum mendaftar. Dua bulan sejak pengesahan, undang-undang mensyaratkan untuk membentuk panitia seleksi.
Keputusan tersebut dikecam Amankan Pemilu. Pada 10 Oktober lalu, mereka pun mendaftarkan uji materi ke MK. Namun hingga sekarang permohonan itu belum diproses. Aliansi terdiri dari 112 pemohon yang berasal dari 85 organisasi masyarakat sipil dan 27 perorangan. Anggotanya tersebar di beberapa daerah seperti Aceh, Padang, Semarang, Bali, Pontianak, dan Makassar.
Mereka memohon Pasal 11 huruf I dan Pasal 85 huruf i, Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d, huruf e, ayat (5) dan ayat (11) Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilu tidak memiliki kekuatan mengikat. Mereka juga mendesak MK memberi perhatian terhadap uji konstitusional anggota partai politik dalam penyelenggara pemilu dan mempercepat proses uji material ini.
I WAYAN AGUS PURNOMO