TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufik Kiemas menyarankan pemerintah melakukan perundingan soal perbatasan kedua negara di Camar Bulan dan Tanjung Datu, wilayah Kalimantan Barat, dengan Malaysia. Karena, jika permasalahan ini dibawa ke Mahkamah Internasional, ia yakin Indonesia bakal kalah.
"Kalau sampai dibawa ke Mahkamah Internasional, data-data kita tidak lengkap, kalah lengkap dari bekas jajahan Inggris. Bisa kalah kita," ujar Taufik kepada wartawan di gedung DPR, Kamis, 20 Oktober 2011.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mengungkap informasi intelijen soal adanya pergeseran batas wilayah di Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Menurutnya, batas wilayah Indonesia bergeser hingga 3,3 kilometer dari posisi asal. Indonesia pun berpotensi kehilangan wilayah sebesar 1.500 hektare. Menurutnya, sejumlah Polisi Diraja Malaysia juga dikabarkan telah berpatroli di wilayah ini.
Selain itu, di Tanjung Datu, Malaysia juga dikabarkan telah membangun pusat konservasi penyu. Mereka juga membangun taman nasional yang dijadikan sebagai daerah tujuan pariwisata bertaraf internasional. Malaysia kabarnya juga telah membangun dua mercusuar di wilayah ini. TB Hasanuddin mengatakan pencaplokan ini sudah terjadi sejak lima tahun lalu.
Namun, kabar ini dibantah oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto. Menurutnya tak ada batas wilayah Indonesia yang dicaplok oleh Malaysia. Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa beberapa hari lalu di Komisi I DPR menyatakan bahwa masalah ini terjadi karena terdapat perbedaan standar peta yang digunakan oleh DPR dan pemerintah.
DPR menggunakan peta perjanjian Belanda-Inggris tahun 1891. Sementara pemerintah berpedoman pada MoU 1978 antara Indonesia dan Malaysia. MoU inilah yang dipertanyakan oleh DPR. Mereka mempertanyakan mengapa batas wilayah pada 1978 dengan 1891 terjadi perbedaan.
Berdasarkan pemaparan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dalam rapat dengan Panja Perbatasan di DPR kemarin, memang terungkap data bahwa peta tahun 1891 yang digunakan DPR sebagai acuan memang tidak sedetil milik Malaysia. Menurutnya, peta milik pemerintah Indonesia berskala 1:1.500.000, sedangkan Malaysia memiliki peta dengan skala yang lebih detil 1:50.000. Karena itulah, Indonesia kesulitan untuk mengklaim batas wilayah perbatasan.
Dalam pemaparan itu, Kemendagri juga mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya telah dua kali meminta perundingan kembali batas wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu pada 2001 dan 2002. Namun, Malaysia malah balik mengancam tak mau membahas sembilan masalah batas wilayah lainnya jika Indonesia mempermasalahkan wilayah ini. Menurut mereka, masalah Camar Bulan dan Tanjung Datu telah selesai dengan MoU 1978 itu.
Soal ancaman Malaysia ini, Taufik Kiemas membantahnya. Menurut Taufik, Malaysia bersedia untuk merundingkan kembali soal ini dengan Indonesia. Ia mendapatkan kepastian itu dari mantan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi, yang juga pejabat teras di partai bepengaruh Malaysia, UMNO. "Kalau kemarin yang dikatakan Abdullah Badawi beliau mau-mau saja berunding," ujarnya.
FEBRIYAN