TEMPO Interaktif, Denpasar - Persinggungan antara tradisi dan modernitas menjadi tema yang diangkat dalam lukisan Wayan Wirawan bertajuk Membajak Tradisi. Karya-karyanya bakal dipamerkan di Bentara Bali, Rabu, 19 Oktober hingga 24 Oktober 2011.
Perupa kelahiran Gianyar ini mencoba mengeksplorasi ikonografi wayang dengan pemaknaan baru. Hasil olah kreatifnya ini adalah karya dua dan tiga dimensi, yang tidak hanya mengedepankan kekuatan visual, melainkan menampilkan pula “tafsir baru” atas cerita Mahabarata dan Ramayana. Sebuah upaya kontekstualisasi yang merujuk pada realita sosial-politik kekinian. “Seni rupa dapat menjadi media perlawanan, penyadaran, sekaligus pencerahan,” ujar Wirawan.
Dalam pengantar kuratorialnya, Seriyoga Parta menyatakan, Wayan Wirawan memilih tidak melakukan modifikasi pada bentuk wayang untuk menghasilkan suatu bentuk yang baru. Ia memilih menghadirkan wayang sesuai karakternya dengan sedikit menyederhanakan aksen-aksen atau hiasannya.
Penjajaran tersebut tidak hanya menampilkan fenomena visual semata, karena penjajaran tersebut mengandung modus-modus tertentu dalam konteks penciptaan karyanya yang diarahkan untuk menampilkan konten berupa kritik sosial. Ditambahkan pula, representasi karya Wirawan pada awalnya dimotivasi pada usaha untuk membuat rangkaian sistem tanda dan kode yang bertujuan untuk menyuarakan kritik sosial.
Dalam perkembangan kreativitas sadar dan tak sadarnya, pada akhirnya membawanya pada permainan sistem tanda dan kode yang kompleks. Melalui modus menjajarkan tanda dan kode dari masa lalu, seperti wayang dengan tanda dan kode dari representasi dari budaya masa kini, sehingga melahirkan komposisi yang eklektik dan penuh dengan permainan tanda. Juga kode dan makna yang tidak utuh, terputus-putus, dan menyimpan misteri.
Wayan Wirawan lahir di Sukawati Gianyar, 27 November 1975. Sedini awal, tahun 1987 hingga 1992, ia belajar seni lukis tradisi gaya Batuan di Desa Batuan, Bali. Pada tahun 1991-1995, ia menyelesaikan studinya di SMSR N Denpasar, kemudian pada tahun 1995 melanjutkan ke Institut Seni Yogyakarta, serta aktif mengikuti berbagai pameran lukis dan instalasi.
Dia antara lain pernah mengikuti pameran Tri Taksu Ina Gallery, Jakarta, pameran Sanggar Dewata Indonesia di Galeri Nasional, Finallis Philip Morris Indonesian Art Awards di Gallery Nasional Jakarta, pameran Jaman Edan di Bentara Budaya Yogyakarta, pameran Instalasi Festival Hujan di Bentara Budaya Bali, dan pameran Finalis UOB Buana Painting of The Year Jakarta tahun 2011. Penghargaan; Nominasi Affandi Prize Art Award (1999), Finalis Nokia Award (2000), dan penghargaan Dies Natalis XVI dari ISI Yogyakarta (2001).
ROFIQI HASAN