TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad akan melakukan gugatan mengambil langkah hukum terkait dengan munculnya sejumlah pemberitaan yang menyudutkan dirinya di media massa. "Klien kami sedang mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil," kata kuasa hukum Fadel, Jimmy Simandjuntak, di Crowne Plaza, Jakarta
Menurut Jimmy, maraknya pemberitaan di media tentang kepemilikan tanah 40 hektare di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merugikan Fadel. "Menyudutkan di media yang tanpa dasar itu saat ini sedang kami kaji. Kalau merugikan, akan kami siapkan langkah hukum," ujarnya.
Sumber Tempo yang dekat dengan kalangan Istana mengatakan Fadel dicopot karena tersandung kasus tanah untuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ada dua surat pengaduan yang masuk ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, September lalu. Pertama surat Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat pada 22 September 2011.
Rektor Komaruddin mengatakan, pada 1996, UIN membebaskan tanah seluas 40 hektare di Desa Cikuya, Kecamatan Cisoka, Tangerang, Banten, dari Fadel. Lahan dibeli menggunakan duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1996. Hingga kini, lahan itu tak bisa dimanfaatkan karena Fadel belum dapat menyatukan lahan dalam satu hamparan.
Surat kedua dari anggota Dewan Perwakilan Daerah, A.M. Fatwa, pada 23 September. Surat enam halaman Fatwa memuat 15 poin. Ia meminta Presiden menegur Fadel ihwal tanah yang dibeli dengan duit negara Rp 5 miliar itu.
Menurut Fatwa, kesepakatan pembelian tanah itu dilakukan dengan Quraish Shihab, Rektor UIN, yang saat itu masih bernama Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, pada 11 Oktober 1994.
Jimmy membantah tudingan bahwa Fadel belum membereskan urusan. Tanah, kata dia, sudah sah milik UIN. Masalah yang pernah ada dengan UIN pun sudah ditindaklanjuti PT Anugrah Cipta Buana (ACB) dengan mematok tanah. "Hubungan hukum antara UIN dan PT ACB, bukan dengan orang," kata Jimmy.
Direktur Utama ACB Abubakar menampik anggapan bahwa perusahaannya tidak memenuhi surat perintah kerja yang dibuat dengan UIN pada 29 Agustus 1994. Surat tersebut memuat perjanjian yang meminta ACB menyediakan 100 hektare tanah yang akan digunakan untuk pembangunan kampus, dengan syarat UIN menggelontorkan Rp 15 miliar untuk prosesnya.
Namun dalam perjalanannya, pada Maret 1996, UIN hanya menyetor Rp 5 miliar ke ACB, yang digunakan untuk membebaskan lahan seluas 40 hektare. Saat proses inilah terjadi kesalahpahaman antara ACB dan UIN. Mereka mengadakan pertemuan pada 27 Juli 2011 di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Mereka bersepakat bahwa tanah 40 hektare yang sesuai dengan jumlah yang dibayar UIN akan ditandai dengan patok-patok oleh ACB. Pada 13 September lalu, rombongan UIN telah meninjau lapangan dan melihat tanah itu sudah dipatok. "Kemudian diadakan pengukuran," Abubakar menjelaskan. "Maka tanah 40 ha sudah pasti milik UIN." Abubakar justru menuding UIN wanprestasi.
Rektor UIN Komaruddin Hidayat ketika dihubungi tidak mau komentar. "Saya no comment soal tanah itu," katanya.
l ISMA SAVITRI | RINA WIDIASTUTI | SUNUDYANTORO