TEMPO Interaktif, Sidoarjo - Warga sekitar kolam penampungan lumpur Lapindo tetap menduduki jalan alternatif, Senin, 25 Oktober 2011. Aksi itu dilakukan untuk menuntut ganti rugi dampak tanggul jebol Desember 2010 lalu. Mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 3,5 miliar.
Warga yang tergabung dalam Korban Lumpur Menggugat ini berasal dari Desa Permisan, Penatarsewu, Gempolsari, Sentul dan Glagaharum. "Sawah gagal panen, ikan di kolam mati. Mana tanggung jawab BPLS?" kata warga Gempolsari, Rahmat Suryan, Selasa, 25 Oktober 2011.
Saat ini sawah dan kolam ikan warga tercemar lumpur. Bahkan, air sumur berubah warna kuning kecokelatan dan berbau menyengat. Air tak layak konsumsi dan warga terjangkit penyakit kulit dan gatal-gatal karena mandi menggunakan air sumur tersebut. Sekitar 6 ribuan jiwa mengalami dampak tanggul jebol.
Aksi penutupan jalan alternatif ini dilakukan di Gempolsari, Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, dan Glagaharum, Pulogunting, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Warga juga mendirikan tenda di tengah jalan serta memblokade jalan raya dengan sepeda motor dan truk. Sejumlah spanduk dan poster yang berisi tuntutan ganti rugi dipasang di tengah jalan. "Jika tetap tak direspons, Jalan Raya Porong akan ditutup total," katanya.
Akibat aksi ini, pengendara kesulitan menuju Surabaya-Malang melalui jalan alternatif Sentul-Glagaharum. Akibatnya, terjadi kemacetan di sepanjang Jalan Raya Porong sejauh lima kilometer. Kemacetan terjadi mulai pintu keluar jalan tol Sidoarjo hingga Gempol Pasuruan.
Baca Juga:
Kepala Kelompok Kerja Sosial Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Priyambodo menyatakan tak memiliki kewenangan memberikan ganti rugi bagi warga yang terdampak tanggul jebol tersebut. "Kejadian itu dilaporkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sebagai bencana alam," katanya.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah mengajukan biaya ganti rugi warga ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Dana tersebut segera disalurkan setelah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah. "Kami tak punya dasar menyalurkan dana ganti rugi kepada warga," katanya.
Alasannya, seluruh dana BPLS dipertanggungjawabkan secara terbuka. Setiap tahun, katanya, Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit seluruh penggunaan anggaran. Sehingga, seluruh dana hanya diperuntukkan untuk program yang memiliki dasar hukum sesuai perintah Badan Pengarah BPLS.
EKO WIDIANTO