TEMPO Interaktif, Jakarta -
+ Tahukah kau, sembilan puluh sekian persen tubuh kita terdiri dari air?
- Tentu saja.
+ Itulah kenapa kita suka pantai.
Ditemani dua gelas minuman, Paul dan Arno membuka kisah. Bercerita tentang banyak hal, mereka bertukar pengalaman. Tentang banyak hal, dari tempat tempat indah yang pernah mereka kunjungi hingga persoalan pribadi tentang percintaan, agama, hingga kebiasan buruk saat berlibur.
"Apakah kau membawa sikat gigi saat bepergian?" tanya Arno.
"Biasanya begitu," Paul menjawab singkat.
"Aku biasanya lupa."
Inilah naskah Holiday (Liburan) karya pengarang Australia, Raimondo Cortese. Naskah yang diterjemahkan oleh Teguh Hari Prasetyo itu dibacakan dua awak Dapoer Seni Jogja, Joko Kamto (Arno) dan Novi Budianto (Paul), di auditorium Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta, Jumat pekan lalu.
Pementasan itu adalah bagian dari Festival Pembacaan Naskah Lakon (Indonesia Dramatic Reading Festival) 2011 di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Pentas dimulai di Centre Culturel Francais Bandung pada 11 Oktober dengan pembacaan Keok karya Ibed Surgana Yuga oleh Studiklub Teater Bandung. Festival ini diakhiri dengan pembacaan Leungit karya Imas Sobariah oleh Teater Kami dan Lakon Spanyol karya Yasmina Reza dari Prancis oleh Alex Komang dan Komunitas Darmin di Sanggar Teater Populer, Jakarta, pada 24 Oktober 2011. Sebenarnya Solo juga akan jadi ajang festival, "Tapi Solo diminta baca di Yogya," kata Direktur Festival, Joned Suryatmoko.
Sepanjang pementasan, tema percakapan dalam drama Holiday memang sederhana dan sepele. Liburan, kata Eko Winardi, awak Dapoer Seni Jogja, bukanlah hal istimewa bagi sebagian besar orang. "Karena sepanjang hidup adalah liburan," kata dia bercanda.
Tapi, menurut Eko, liburan menjadi istimewa bagi orang-orang yang tiap hari disibukkan dengan kerja. Liburan menjadi media penyegaran untuk meredam "kompor gas" di kepala mereka. "Liburan adalah momentum sakral untuk menemukan kembali kemanusiaannya," kata dia.
Di tangan Joko dan Novi, Holiday tampil segar. Sesegar liburan bagi mereka yang tak memiliki waktu libur sepanjang hidup. Naskah setebal 38 lembar itu menjadi hidup dan kocak dengan menyampaikannya dengan gaya dan tutur ala Yogyakarta. Misalnya saja, saat Joko (Arno) mencoba berbahasa asing untuk menunjukkan kelebihan pengetahuannya di depan Novi (Paul).
Dengan nada berapi-api, ia ucapkan kata-kata ngawur "bla, bla, bla" yang tentu saja tak dimengerti tiap orang. Hujan liur muncrat dari mulutnya.
"Apa itu?" kata Paul heran.
"Anjing makan jeruk dan muntah," kata Arno sekenanya.
Penonton pun tertawa terpingkal-pingkal.
Joko mengaku, persiapan pementasan ini cukup singkat. Lima kali latihan saja. "Untungnya banyak teman-teman yang membantu," kata dia seusai pementasan.
Selain Holiday, ada lima naskah lain yang dibacakan di Yogyakarta, yakni lakon Spanyol karya Yasmina oleh Forum Aktor Yogyakarta, Bagaimana Kalau Munir Saja karya Ikun SK oleh Galatama Teater SMA Surakarta, Leungit karya Imas Sobariah oleh Kelompok Belajar Teater Ranting SMAN 7 Yogyakarta, Perempuan dari Masa Lalu karya Roland Schimmelpfennig asal Jerman oleh Teater Gidag-Gidig Surakarta dan Kekasihku Meraih Hujan dari Jendela Kamar karya Ari Pahala Hutabarat oleh Omah Kebon.
Festival, kata Joned, merupakan media untuk mempromosikan naskah lakon terbaru karya penulis naskah indonesia yang ditulis sepanjang tiga tahun terakhir. Ini merupakan tahun kedua festival. Tahun lalu festival hanya digelar di Yogyakarta dan Jakarta. Tahun depan Joned berusaha memperluas daerah yang dikunjungi dengan menambahkan Makasar dan Lampung.
Kehadiran naskah drama asal luar negeri, kata Joned, adalah sebagai pembanding. Tahun lalu naskah asing yang dibacakan berasal dari pengarang Asia dan kali ini menggunakan naskah dari Australia dan Eropa. "Sehingga kita punya tolak ukur (untuk perkembangan naskah Indonesia)," kata dia.
ANANG ZAKARIA