TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah diminta tak setengah-setengah menjalankan amanat Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), termasuk dalam mengucurkan anggaran untuk tanggungan kesejahteraan sosial. Pengesahan undang-undang ini sebelumnya dikhawatirkan membebani fiskal negara dan berujung pada krisis ekonomi.
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dolfi O.F. Palit, mengatakan Dewan telah menyetujui adanya mekanisme pengamanan saat kondisi perekonomian negara terancam krisis. "Prinsipnya jangan sampai karena ada kekhawatiran krisis ekonomi tanggungan jaminan sosial mati," kata dia kemarin.
Jumat malam lalu Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang BPJS, yang sebelumnya menuai kontroversi dan diselenggarakan dalam dua masa sidang. Setelah menyetujui pembentukan BPJS I bidang kesehatan dengan anggaran Rp 5 triliun selambat-lambatnya pada 2014, pemerintah dan DPR menyepakati pembentukan BPJS II bidang ketenagakerjaan selambat-lambatnya pada 2015. Sebelumnya beberapa fraksi ngotot meminta BPJS II terbentuk pada 2014.
Namun saat itu Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan kekhawatiran berdirinya BPJS akan mengancam kondisi keuangan negara. Ia becermin pada kondisi yang terjadi di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat, di mana jaminan sosial berujung pada tingginya tanggungan utang negara. "Di masa depan, saat kondisi ekonomi sulit, BPJS bisa mendatangkan risiko," ujarnya.
Pemerintah pun sempat melakukan simulasi dampak fiskal pelaksanaan BPJS. Hasilnya diketahui bahwa porsi penerapan BPJS kesehatan tanpa menanggung jaminan tenaga kerja mencapai 1 persen dari produk domestik bruto. Adapun bila mencakup jaminan tenaga kerja, tanggungan anggaran bisa mencapai 4,8 persen PDB. Karena itulah Agus memberi catatan adanya pasal tambahan mengenai "katup pengaman" jika terjadi krisis keuangan.
Dolfie mengatakan pemerintah diberi wewenang melakukan tindakan khusus demi menjamin terselenggaranya jaminan sosial kala krisis. Ketentuan penyelamatan itu bisa diatur dalam peraturan pemerintah. "Berlaku tidak hanya untuk krisis ekonomi, tapi juga krisis karena bencana alam atau perang," ucap dia.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia Ambar Tjahjono meminta pemerintah mengurangi beban pajak bagi industri saat BPJS telah berjalan. Sebab, tanggungan pengusaha, terutama usaha kecil-menengah, akan semakin besar.
Dengan pengesahan Undang-Undang BPJS ini ditegaskan kewajiban pemerintah untuk memberi lima jaminan dasar bagi rakyat, yang mencakup jaminan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan perubahan status badan hukum empat badan usaha milik negara penyelenggara jaminan sosial menjadi badan hukum publik.
ROSALINA | MARTHA THERTINA