TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekitar 100 orang massa dari Hizbut Tahrir Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu, 2 November 2011. Massa yang terdiri dari laki-laki dewasa ini menggelar orasi sejak pukul 09.00 WIB.
Mereka menolak kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam KTT ASEAN ke-19 dan East Asia Summit (EAS) di Bali yang akan dilaksanakan bulan ini. Obama dinilai hanya akan memperkokoh perampokan dan imperialisme Amerika Serikat di Asia Tenggara.
Dalam aksinya, mereka membentangkan spanduk bertuliskan "Tolak Obama, Tolak Kapitalisme, Tegakkan Syariah dan Khilafah". Selain itu, atribut berupa bendera warna hitam bertuliskan huruf Arab juga dikibarkan masing-masing peserta unjuk rasa.
"Kedatangan Obama akan memperkuat kapitalisme di Indonesia. Selain itu, kedatangannya juga bertujuan untuk mengeruk sumber daya alam Indonesia," kata koordinator aksi, Agus Salim, kepada Tempo.
Agus menambahkan, kedatangan Amerika dalam acara tersebut memiliki agenda terselebung untuk mendesak negara-negara ASEAN plus India, Jepang, Korea Selatan, dan Australia untuk bersatu melawan kekuatan Cina dalam persoalan Laut Cina Selatan, yakni penguasaan ladang minyak oleh perusahaan-perusahaan Cina.
Dengan begitu, Amerika akan lebih kuat mencengkeram penguasaan sumber daya alam (minyak bumi dan gas alam) serta memperkokoh militernya di kawasan Asia Tenggara. "Kami menolak kedatangan Obama," ujarnya.
Aksi unjuk rasa yang dikawal puluhan petugas dari Kepolisian Resor Jakarta Pusat ini berlangsung dengan tertib. Namun aksi unjuk rasa terpaksa dibubarkan pada pukul 10.30 WIB karena hujan mengguyur kawasan Bundaran HI.
Hizbut Tahrir Indonesia rencananya tetap akan melanjutkan aksi penolakan Obama, antara lain acara temu tokoh nasional tentang penolakan Obama yang akan digelar pada 10 November mendatang di Wisma Antara. Selain itu, aksi long march dari Istana Presiden ke Kedutaan Besar Amerika juga akan dilaksanakan pada 13 November mendatang dan rencananya akan melibatkan 15.000 massa.
PRIHANDOKO