TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat perbankan dari Strategic Indonesia, Jos Luhukay, berharap Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan, BI rate. "Any cut is good," kata Jos di Jakarta, Rabu, 2 November 2011.
Bulan lalu, Bank Indonesia menurunkan bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,5 persen. Salah satu alasannya karena BI yakin inflasi pada akhir tahun akan berada di bawah 5 persen.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mengumumkan Oktober lalu terjadi deflasi 0,12 persen. Akibatnya, catatan inflasi kalender sangat rendah, yaitu 2,85 persen (Januari-Oktober), sedangkan inflasi tahunan (Oktober 2010-Oktober 2011) 4,42 persen. Jika November-Desember terjaga, inflasi bahkan bisa di bawah 4 persen.
Pada akhir 2011 ini, kata Jos, banyak variabel yang harus dipertimbangkan oleh bank sentral. Termasuk antisipasi terhadap perubahan kondisi ekonomi akibat krisis di Eropa dan Amerika Serikat.
Dampak langsung krisis mungkin tak terlalu berat karena ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika masih kecil. "Tapi ada secondary risk yang perlu diwaspadai karena tujuan ekspor kita, Cina, banyak mengekspor ke Eropa dan Amerika," kata dia.
Karenanya, kebijakan penurunan BI rate diharapkan bisa mendorong pertumbuhan sektor riil di dalam negeri sehingga pertumbuhan domestik mampu mengkompensasi penurunan ekspor.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono menambahkan, Bank Indonesia berpeluang menurunkan suku bunga acuan hingga 25 basis poin menjadi 6,25 persen. Dia juga melihat tekanan inflasi dua bulan ke depan masih rendah.
Asumsi inflasi November paling besar 0,2 persen. Sementara inflasi Desember maksimal 1 persen.
EKA UTAMI APRILIA