TEMPO Interaktif, Jakarta - Produksi bijih emas dan tembaga di PT Freeport Indonesia turun drastis. Perusahaan tambang raksasa tersebut hanya bisa memproduksi di angka 5 persen dari produksi rata-rata biasanya.
"Sekarang produksinya hanya 5 persen dari biasanya," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite, di kantornya, Rabu, 2 November 2011.
Biasanya, Freeport dapat memproduksi bijih sebanyak 230 ribu ton per hari, namun saat ini hanya mampu memproduksi di angka 11.500 ton per hari.
Selain kegiatan produksi yang tidak optimal, Freeport juga masih menghentikan kegiatan pengolahan tambangnya sehingga tidak ada konsentrat yang dapat dihasilkan dan dikirim." Makanya, mereka mengumumkan kondisi force majeur beberapa hari lalu," jelas Thamrin.
Kegiatan pengolah berhenti karena sampai saat ini sarana pengolahan belum dapat berfungsi akibat sabotase pipa penghantar konsentrat hingga ke pelabuhan. Pipa sepanjang 120 kilometer tersebut sampai saat ini masih diusahakan untuk diperbaiki.
Negara dipastikan merugi akibat kegiatan produksi yang terganggu, tetapi pemerintah belum memiliki hitungan pasti angka kerugian tersebut. Selain tak ada penerimaan negara, para pembeli juga dirugikan.
Selama ini hasil produksi perusahaan tambang tersebut sekitar 70 persennya memang diekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Eropa dan lainnya. "Sisanya 30 persen baru diolah oleh PT Smelting Gresik untuk kebutuhan dalam negeri," katanya.
Ditanya soal pasokan, Assistent Manager Technical Service PT Smelting Gresik, Bouman Tiroi Situmorang, enggan memberikan komentar apapun.
GUSTIDHA BUDIARTIE