TEMPO Interaktif, Nganjuk - Ratusan anggota Banser dan Pemuda Ansor Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Jumat, 4 November 2011, melakukan aksi unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Resor Nganjuk.
Mereka mendesak proses pemeriksaan terhadap Brigadir Polisi Tingkat Satu (Briptu) Eko Ristanto--anggota Satuan Reserse dan Kriminal Polres Sidoarjo yang menembak mati Riyadi Solihin, guru ngaji dan anggota Banser Kabupaten Sidoarjo--dilakukan secara transparan dan membeberkannya secara terbuka kepada publik. "Perbuatan biadab polisi itu harus dibayar mahal," ujar massa.
Massa yang marah atas kasus penembakan tersebut meminta agar Briptu Eko diganjar hukuman pidana serta pemecatan. Pemberian sanksi terhadap Briptu Eko dinilai sangat ringan dibandingkan perbuatannya menghilangkan nyawa orang lain. Apalagi selama ini penindakan kepada oknum polisi nakal selalu tak bisa dipantau masyarakat.
Ketua GP Anshor Nganjuk, Samsul Hakim, mengatakan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian semakin hilang akibat kasus penembakan tersebut. Apalagi sebelumnya Polres Sidoarjo sempat merekayasa penyebab kematian Solihin dengan mengatakan bahwa Solihin terpaksa ditembak karena melawan polisi menggunakan celurit.
Untuk mengembalikan citra polisi, Samsul mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur membeberkan setiap tahapan penyidikan kasus Briptu Eko kepada publik. "Jangan ditutup-tutupi lagi," ucap dia.
Usai berorasi, massa melanjutkan aksi dengan menggelar salat gaib dan tahlil. Mereka mendoakan arwah Riyadi Solihin tenang di alam kubur.
Peristiwa penembakan terhadap Solihin terjadi Jumat dini hari, 28 Oktober 2011. Kasus berawal dari terserempetnya sepeda motor Briptu Widianto oleh mobil yang dikemudikan Solihin di dekat Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Saat itu Widianto bersama empat rekannya tengah melakukan patroli tertutup di sekitar stadion.
Melihat rekannya terjatuh, Eko spontan mengejar mobil Solihin yang tetap melaju kencang. Menurut versi kepolisian, Eko sempat memberi tembakan peringatan agar Solihin berhenti, tapi tak dihiraukan. Saat kendaraan Solihin sampai di tikungan, Eko memepet dan menembak ban belakangnya.
Tak hanya itu, saat posisi kendaraan sejajar, Eko menembak Solihin dari arah samping. Tembakan ini mengenai lengan korban dan tembus hingga paru-paru. Namun, beberapa saksi mata mengatakan, sebelum ditembak korban tidak mengacungkan celurit seperti klaim pihak kepolisian. Bahkan Eko dan kawan-kawannya saat itu dalam keadaan mabuk karena baru saja pesta minuman keras di Kafe Ponti.
Terhadap peristiwa tersebut, Eko ditetapkan sebagai tersangka meski pasal yang hanya dikenai pasal kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Eko tidak dijerat dengan pasal pembunuhan.
Wakil Kepala Keplisian Daerah Jawa Timur, Brigadir Jenderal Edi Sumantri, sudah menyampaikan permohonan maaf atas nama lembaga kepolisian saat mengunjungi keluarga korban di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Selasa, 1 November 2011.
Namun Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Alfa Isnani, menilai permintaan maaf tersebut belum cukup. Sebab, kata dia, yang lebih penting dari itu adalah mengusut tuntas pelaku penembakan hingga dijatuhi hukuman yang setimpal. "Dengan meminta maaf, kesannya Polda Jatim seperti menutup-nutupi kesalahan pelaku," kata Alfa.
HARI TRI WASONO