TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah diminta meminta maaf kepada publik dan rakyat Papua terkait kejadian penyerbuan aparat terhadap peserta Kongres Papua III di Padang Bulan, Abepura, 19 Oktober 2011. "Luar biasa jika pemerintah mau meminta maaf," kata Direktur Institut Dialog Antar-Iman di Indonesia, Elga Joan Sarapung, di Jakarta, Minggu, 6 November 2011.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menilai, jika pemerintah bersedia meminta maaf, pasti akan berimbas positif bagi citra pemerintah di mata publik. Permintaan maaf itu diklaim ampuh untuk menyikapi kekeliruan yang dilakukan pemerintah dalam menyikapi Kongres Papua III.
"Permintaan maaf itu sebagai bentuk pengakuan pemerintah bahwa mereka salah, bukan karena kejadian yang telah terjadi," kata Usman. "Tapi tetap harus ada hukumannya, yang adil tentu saja."
Penyerbuan aparat ke Kongres Papua III dikecam sejumlah kalangan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bahkan menyebut aparat keamanan telah melakukan pelanggaan HAM berat. Hal itu, kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, terlihat dari adanya penyiksaan dan penembakan dalam peristiwa itu.
Berdasar keterangan sejumlah saksi kepada Komnas, aparat bersenjata lengkap dari kesatuan Kepolisian RI dan TNI sudah bersiaga di luar arena Kongres pada 19 Oktoberm pukul 09.00 WITA. Pada pukul 15.00, atau dua jam setelah kongres berakhir, terdengar rentetan tembakan yang membuat peserta di area kongres, kocar-kacir.
Baca Juga:
Tiga orang akibat kejadian ini, tewas. Yaitu Demianus Daniel Kadepa, 23 tahun, Yakobus Samonsbara, 48 tahun, dan Max Asa Yeuw, 33 tahun. Tubuh ketiganya ditemukan tergeletak di luar area kongres. Selain itu, seorang ibu rumah tangga juga terkena tembakan di paha, dan menyebabkannya terjatuh ke parit.
Johan Effendi dari Jaringan Antar-Iman menilai, masalah di Papua bukan semata-mata konflik warga, tapi juga masalah kemanusiaan. "Pendekatan militeristik tidak dibenarkan dengan alasan apapun. Semoga ke depannya bisa kembali menggunakan pendekatan yang manusiawi," ujarnya.
ISMA SAVITRI