TEMPO Interaktif, Jakarta -- Kelompok solidaritas untuk perdamaian antaragama, Jaringan Antar-Iman, mengirimkan petisi untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terkait konflik antara aparat TNI/Polri dengan warga Papua. "Ini sebagai bentuk keprihatinan kami," kata Usman Hamid, dari JAI, di Jakarta, Minggu, 6 November 2011.
Petisi, kata Direktur Institut Dialog Antar-Iman di Indonesia, Elga Joan Sarapung, merupakan hasil dari konferensi yang digelar pada Oktober lalu di Yogyakarta. Sejumlah 237 perserta konferensi yang hadir menyepakati petisi, dan menyorot tiga hal utama permasalahan pemerintah dalam penyelesaian konflik internal selama ini.
Pertama, negara berkewajiban melindungi kebebasan beragama, dan hak masyarakat sipil. Termasuk di dalamnya, pemerintah wajib mencari solusi atas ketidadilan yang terjadi di Papua. Kedua, mendorong tanggung jawab agama dalam penegakan keadilan. Terakhir, mengupayakan dialog antaragama, dan antara negara dengan warganya.
"Upaya dialog adalah jalan paling baik untuk dilakukan pemerintah, juga supaya kekerasan dalam bentuk apapun harus dihentikan. Ketika pendekatan kekerasan selalu jadi andalan, hasilnya tidak pernah akan menjadi baik," kata Elga. "Kami dukung upaya dialog damai antara Jakarta dengan Papua."
Dalam petisi yang diserahkan ke Presiden, JAI juga memaparkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya, meminta aparat keamanan agar mampu bersikap netral, imparsial, dan melindungi masyarakat yang terancam kekerasan dan teror. "Ini termasuk aparat memunculkan wajah humanis dan menghargai perbedaan," ujar Elga.
Baca Juga:
Usman yang juga Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menambahkan, problem Papua sudah sedemikian menyerap energi berbagai komponen bangsa. Di sisi lain, pemerintah juga tampak tidak sungguh-sungguh menyelesaikan ketidakadilan di wilayah paling Timur Indonesia itu.
Ketidakseriusan pemerintah menuntaskan problem di Papua terlihat dari pembuatan kebijakan yang tidak adil, sehingga kondisi politik, hukum, ekonomi dan sosial Papua tidak membaik. Yang terjadi, menurut Usman, pemerintah justru tidak pernah belajar bahwa pendekatan yang selama ini digunakan, tidak pas diterapkan.
"Penyiksaan, pencuilikan, tidak pernah menimbulkan efek jera. Tentara-tentara yang harusnya mengerti tentang hukum, justru perang dengan kaidah kemanusiaan," ujar Usman.
ISMA SAVITRI