TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah mengakui indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia masih tertinggal. "IPM masih lack behind (karena) kami fokus ke pelayanan publik. Setelah itu baru kepada human capital," kata Deputi Industri dan Perdagangan Kementerian Perekonomian Edy Putra Irawady akhir pekan lalu.
Selain itu, kata dia, pemerintah masih berfokus meningkatkan sektor ekonomi kewirausahaan. Sektor ini dinilai mendesak diperbaiki ketimbang pembangunan manusia. "Pokoknya investasi di sektor pelayanan publik itu paling pokok," kata Eddy.
United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan IPM Indonesia hanya 0,617. Angka ini merosot ke posisi ke-124 dari 187 negara, dari tahun lalu peringkat ke-108 dari 169 negara. IPM merupakan ukuran kesuksesan pembangunan suatu bangsa dengan melihat tiga indikator utama, yakni pembangunan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
Dengan peringkat ini Indonesia menempati urutan keenam di ASEAN dengan indeks 0,617. Posisi ini di bawah Singapura, peringkat ke-26 (0,866); Brunei, urutan ke-33 (0,838); disusul Malaysia, peringkat ke-61 (0,761); Thailand, urutan ke-103 (0,682); dan Filipina, peringkat ke-112 (0,644).
Posisi Indonesia hanya lebih baik ketimbang Vietnam, yang berada di urutan ke-128 (0,583); Laos, posisi ke-138 (0,524); Kamboja, urutan ke-139 (0,523); dan Myanmar, peringkat ke-149 (0,483).
Salah satu indikator penurunan indeks adalah rata-rata lama bersekolah orang Indonesia hanya 5,8 tahun. Penurunan ini diakui Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. Namun dia menolak disebut gagal. "Karena bidang kesehatan dan pendapatan per kapita mengalami kemajuan."
Deputi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Wynandin Imawan mengatakan data UNDP tentang indeks pembangunan manusia kontroversial. "Metodenya diubah sejak tahun lalu, kontroversial karena banyak diprotes negara-negara."
Dia membantah penilaian bahwa lama sekolah penduduk Indonesia hanya 5,8 tahun. Data BPS tahun lalu menunjukkan lama sekolah orang Indonesia mencapai 8 tahun. "Pada 2007 saja sudah 6 tahun." Wynandin justru mempertanyakan pengukuran UNDP atas indeks pembangunan tersebut. Sebab, menurut hitungan BPS, indeks pembangunan manusia pada kisaran 0,760. "Kami optimistis pada 2014 mencapai 0,800."
Bantahan penurunan indeks pendidikan juga dikemukakan Staf Ahli Menteri Pendidikan, Taufik Hanafi. Menurut dia peringkat Indonesia bukan melorot, melainkan karena jumlah negara diubah. "Pada 2010 negara yang ikut 169. Tahun ini ada 187 negara."
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengatakan salah satu penyebab penurunan indeks adalah masalah pendapatan. Saat ini pendapatan per kapita di atas US$ 3.000. "Ini merupakan kemajuan hebat dibanding krisis 1998 di bawah US$ 1.000," ujarnya. "Tapi pencapaian ini masih kalah cepat dibanding negara-negara tetangga."
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Kemal Azis Stamboel, menilai penurunan peringkat IPM harus menjadi perhatian serius pemerintah. "Sektor pendidikan menjadi titik terlemah pembangunan manusia Indonesia," ujarnya. Dia menyatakan prihatin karena anggaran pendidikan sudah mencapai 20 persen dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. "Tahun ini tercatat Rp 246 triliun. Kemerosotan IPM ini harus dievaluasi secara serius."
ALI NY | AKBAR TRI KURNIAWAN | EVANA DEWI | RIRIN AGUSTIA