TEMPO Interaktif, Jakarta - Jabatan pria 57 tahun itu kini Wakil Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Namun kampanye untuk menggolkan Taman Nasional Komodo sebagai tujuh keajaiban alam telah dirintis sejak 2008, saat ia menjabat Direktur Jenderal Pemasaran Kementerian Budaya dan Pariwisata.
Setelah tiga tahun bergelut mempromosikan komodo, pada 15 Agustus lalu Sapta Nirwandar, pejabat itu, menggelar konferensi pers dan menarik komodo dari finalis New7Wonders. Kepada Pramono dan Fanny Febiana dari Tempo ia menjelaskan kisruh promosi komodo ini.
Apa yang kita dapat kalau masuk daftar keajaiban dunia?
Popularitas. Ini bagian dari marketing. Kita bisa mempopulerkan komodo melalui dunia maya.
Kenapa Anda kemudian menolak melanjutkan kampanye komodo?
Mereka tak kredibel. Malah kita diancam.
Maksudnya?
Dalam surat mereka kepada Pak Jero Wacik tanggal 6 Desember 2010, ada dua hal yang disebutkan. Pertama, biaya US$ 10 juta, dan kalau kita tidak bayar, komodo akan dieliminasi. Itu kan mulai enggak benar. Lalu yang kedua, mereka tunjuk yayasan konsorsium tanpa konsultasi dengan kami.
Anda dianggap menghalangi kampanye oleh Pendukung Pemenangan Komodo?
Silakan kalau ada tuduhan seperti itu. Tapi saya hanya enggak setuju dengan cara mereka (New7Wonders). Saya tidak menghalangi, tidak ada rekayasa.
Selengkapnya, ikuti wawancara di Majalah Tempo, edisi Senin 7 November 2011.