TEMPO Interaktif, Jakarta - Muridan Satrio Widjojo, peneliti tentang Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan olahraga bisa menjadi pintu perdamaian di Papua. Pemerintah, kata dia, melalui kegiatan olahraga, mestinya dapat menumbuhkan sikap nasionalisme di tanah Papua. Cara-cara kekerasan sudah terbukti tak mampu meredam konflik di sana.
"Pemerintah sebaiknya mengembangkan kebijakan yang membuat orang Papua memiliki kebanggaan, salah satunya melalui bakat olahraga," kata Muridan di Jakarta, Senin 7 November 2011.
Indonesia dibikin bangga oleh empat anak muda Papua dalam tim nasional U-23 kemarin. Berkat andil besar mereka tim ini berhasil mencukur Kamboja dengan skor 6-0 dalam pertandingan sepak bola SEA Games XXVI di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Tiga gol disumbangkan dua pemain asal Papua, Patrick Wanggai dan Titus Bonai. Dua gol diciptakan oleh Patrick. Salah satunya atas assist dari Oktovianus Maniani--juga pemain asal Bumi Cenderawasih.
Muridan menilai pemerintah mestinya sudah mulai memikirkan pengembangan potensi olahraga di Papua. Misalnya dengan membangun sekolah olahraga bertaraf internasional, lapangan sepak bola yang memadai, serta didukung fasilitas kesehatan.
Dia yakin pembangunan seperti itu akan membuat rakyat Papua merasa memiliki derajat yang sama dengan masyarakat di pulau lain. Dengan demikian rasa nasionalisme akan tumbuh secara alami.
Para pemain Papua mengatakan persoalan di kampung halaman tidak membebani permainan mereka di lapangan. "Apa yang saya lakukan tampil yang terbaik untuk tim nasional dan Indonesia," kata Titus, penyerang andalan klub Persipura Jayapura itu.
Adapun Oktovianus berujar permainannya sama sekali tak terpengaruh konflik di kampung halamannya. "Kami tidak ada beban apa-apa, yang penting main. Tidak ada politik di sini," katanya.
Jack Komboy, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua, memuji penampilan tim nasional. Meski begitu, dia menilai permainan Patrick dan Titus sebetulnya bisa lebih baik lagi.
Tentang perdamaian di Papua, Jack mengatakan hal itu bukan persoalan yang mudah bila hanya diselesaikan melalui sepak bola. "Sepak bola bisa menenangkan, tapi juga bisa menjadi alat politik, bisa pula menciptakan permusuhan dan lain-lain."
Berbeda dengan Fernando Fairyo, pengamat sepak bola di Papua, yang percaya sepak bola bisa menjadi duta perdamaian. "Orang akan melepas permusuhan hanya demi memenangkan negaranya, dan itu bisa diterapkan di Papua."
RINA WIDIASTUTI | TRI SUHARMAN | JERRY OMONA | DEDDY S