TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menaksir nilai korupsi pengadaan perangkat lunak sistem informasi perpajakan 2006 mencapai Rp 12,7 miliar. Angka tersebut merupakan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan, yang menemukan kejanggalan pengiriman perangkat lunak untuk daerah.
Juru bicara Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dedi Rudaedi, mengatakan, dugaan korupsi muncul setelah melihat bukti terima pengiriman perangkat dari Ditjen Pajak ke Kantor Pajak Daerah tidak lengkap. "Berkas-berkas itu banyak yang belum diterima oleh Ditjen Pajak," kata dia di Jakarta, Selasa, 8 November 2011.
Ketidaklengkapan dokumen tanda terima inilah, menurut Dedi, yang menyebabkan Kejaksaan Agung menetapkan dua aparat pajak sebagai tersangka.
Keduanya adalah B (Bahar) dan PS (Pulung Sukarno). B merupakan Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, sedangkan PS merupakan ketua tim pengadaan.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek sistem informasi perpajakan 2006 yang meliputi pengadaan sarana dan perangkat lunak untuk pengawasan berkas-berkas pajak.
Beberapa hal yang ditangani sistem ini di antaranya pemantauan surat pajak tahunan, evaluasi pembayaran pajak, dan sistem pendukung pengambilan keputusan untuk menggenjot pendapatan pajak.
Selain menetapkan keduanya sebagai tersangka, Kejaksaan Agung, Kamis pekan lalu, menggeledah rumah B di Cinere, Depok, dan rumah PS di Gandaria, Jakarta Selatan.
Aparat hukum juga menggeledah kantor Pusat Pengolahan Data Pajak di Jakarta Barat dan kantor Ditjen Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, B dan PS masih aktif bekerja.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badarudin menegaskan kedua pegawai tersebut tidak mendapatkan bantuan hukum karena sudah ditetapkan sebagai tersangka.
AKBAR TRI KURNIAWAN