TEMPO Interaktif, CANBERRA: -- Parlemen Australia mengesahkan undang-undang mengenai pajak emisi karbon, Selasa 8 November 2011. Dengan hasil pemilihan suara tipis, Perdana Menteri Julia Gillard menegaskan, pengesahan aturan ini sebagai titik bersejarah bagi perjuangan negara tersebut untuk mengatasi polusi udara.
"Hari ini kita membuat sejarah. Setelah debat panjang, negara ini menyelesaikan pekerjaannya. Ini kemenangan bagi anak-anak Australia," kata Gillard dalam konferensi pers bersama Menteri
Perubahan Iklim Greg Combet. Pengesahan aturan ini menempatkan Australia bersama 32 negara lain yang telah mengakomodasi skema pengurangan karbon.
Australia merupakan salah satu negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Sebab, negara ini menggunakan batu bara sebagai 75 persen bahan bakar utama pembangkit listrik mereka. Berdasarkan aturan ini, diharapkan Australia dapat mengurangi polusi karbon mereka hingga 160 juta ton pada 2020.
Sebanyak 500 penghasil karbon di negara tersebut--terutama industri--akan dikenai pajak tetap Aus$ 23 atau Rp 212 ribu untuk setiap ton karbonnya mulai Juli 2012.
Dukungan datang dari banyak lembaga penggiat lingkungan dan ilmuwan. Namun kritik pun berdatangan dari berbagai pihak. Menteri Energi Bagian Victoria Michael O'Brien mengatakan aturan pajak ini akan berpengaruh pada anggaran. Akibatnya, anggaran untuk kepentingan publik, seperti sekolah, kesehatan, dan transportasi umum, akan berkurang.
| REUTERS | XINHUA | WALL STREET JOURNAL | SITA P.A.