TEMPO Interaktif, Surabaya - Ada yang baru dalam peringatan hari pahlawan 10 November kali ini. Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dalam peringatan hari pahlawan yang digelar di halaman Monumen Tugu Pahlawan Surabaya, Kamis 10 November 2011, menerima sebuah buku berjudul "Battle of Surabaya" karya jurnalis sekaligus peneliti dari Australia, Frank Palmos.
Dengan bahasa Indonesia yang masih terbata-bata, pria kelahiran tahun 1940 itu sempat berteriak "Siap" seraya menyerahkan buku karyanya kepada Soekarwo. "Saya sengaja mengatakan "Siap". Itulah satu kata yang selalu diucapkan Kolonel Sungkono ketika membangkitkan semangat juang arek-arek Suroboyo bersama Bung Tomo.
Dalam buku tersebut, Palmos tak hanya mengupas peristiwa 10 November 1945, melainkan juga kisah-kisah sebelum dan sesudah pertempuran heroik itu. Salah satunya adalah menceritakan Kolonel Sungkono yang saat itu memimpin Divisi I Jawa Timur dibawah Markas Besar Komando Djawa (MBKD). "Dia (kolonel Sungkono) beberapa hari keliling dari rumah-ke rumah saat subuh. Hanya satu kata yang dia katakan, 'Siap'," imbuhnya.
Buku yang berisi hasil wawancana dengan 400-an veteran dan warga Surabaya itu setidaknya juga diselipi ratusan foto-foto arsip yang dia kumpulkan dari beberapa orang, termasuk dari beberapa musium di Belanda dan Inggris. "Arek Suroboyo itu hebat. Mereka tak mau uang harta benda. Mereka hanya ingin satu: to be free," imbuhnya.
Selain sisi heroik, buku itu juga mengisahkan kisah-kisah lucu dan unik para pejuang kemerdekaan. Salah satunya tergambar pada foto beberapa anak muda dengan membawa bambu runcing dan berseragam sekolah tampak bersenda gurau sebelum perang. Padahal disisi lain, tentara Inggris dengan garang sedang bersiap dengan pelontar roket. "Ada sisi lucu, arek Surabaya itu, berjuang disela-sela sekolah, sepulang sekolah mereka berjuang setelah itu ya masuk sekolah lagi," kata dia.
Frank Palmos mengatakan, buku tersebut disusun sejak tahun 1961. Saat itu, sebagai seorang mahasiswa, ia berniat melakukan penelitian di Surabaya. Dia lantas menemui Roeslan Abdulgani di rumahnya di Jalan Diponegoro 11 Surabaya. "Saya baru serius menyelesaikan buku ini empat tahun lalu saya kembali ke Surabaya. Ternyata Pak Ruslan sudah tidak ada. Di rumahnya saya temukan ribuan arsip penting pertempuran 10 November," pungkasnya.
Soekarwo sendiri menyambut baik penulisan buku ini. Dia berharap buku berbahasa Inggris tersebut segera diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. "Prinsipnya, ini sejarah baru yang akan memperkaya sejarah yang telah ada," kata Soekarwo.
FATKHURROHMAN TAUFIQ