TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengiriman anggota TNI dan aparat keamanan ke Papua dinilai menyalahi aturan. Hal ini terungkap dalam rapat dengan pendapat antara Komisi I DPR dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, serta masyarakat adat Papua, Rabu 16 November 2011.
“Keputusan operasi (pengiriman pasukan) diputuskan oleh Kodam atau mungkin Polda, ini bukan keputusan politik,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin, usai rapat dengar pendapat.
Hasanuddin mengatakan langkah pengiriman pasukan ini menyalahi aturan, tidak sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang kebijakan umum pertahanan negara.
“Di situ diatur pengerahan pasukan harus mendapat persetujuan dari DPR karena ini keputusan politik,” katanya.
Ia juga mempertanyakan sumber anggaran operasional pengerahan pasukan di Papua yang tidak diketahui oleh komisinya karena selama ini Komisi I tak mendapat laporan resmi dari pemerintah.
Baca Juga:
“Apa lagi pengerahan pasukan ini menimbulkan korban,” kata dia. Kondisi ini memaksa ia berencana memanggil Panglima TNI dan Menteri Pertahanan.
Koordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar, menuding pengiriman pasukan ini justru menambah korban kekerasan di tanah Papua. Berdasarkan catatan pada periode dua bulan terakhir ini terdapat 63 orang menjadi korban kekerasan.
“Ada yang meninggal dunia akibat penembakan dan kekerasan lain termasuk penyiksaan itu terjadi dalam kurun 10 Oktober hingga November,” ujar Haris
Kekerasan yang terjadi ini tak hanya terjadi di Papua, tapi juga di daerah Jawa dan Bali oleh aksi penangkapan dan teror terhadap mahasiswa Papua yang sedang merantau untuk studi di kampus-kampus.
Haris menilai kondisi ini akibat tidak profesional aparat keamanan Polri dan TNI yang bertindak brutal sebagai respons terhadap aksi serikat buruh PT Freeport dan beberapa suku masyarakat adat yang tinggal di sekitar area penambangan.
“Salah satu contoh adanya penyiksaan terhadap 12 orang distrik Kurulu Jaya Wijaya yang dilakukan oleh aparat TNI AD,” katanya.
Ia meminta agar pemerintah mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat Papua dan menjamin perlindungan hak-hak mereka. “Ini sifatnya mendesak demi terwujudnya keadilan, kesejahteraan, dan pengakuan identitas kultural politis,” katanya.
EDI FAISOL