TEMPO Interaktif, Jakarta - Jakarta terancam banjir besar pada Januari 2012. "Jika banjir kembali melanda seperti 2002 dan 2007, ekonomi akan lumpuh," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, di gedung BNPB, Jakarta Pusat, Rabu 16 November 2011.
Jakarta merupakan satu di antara empat daerah prioritas tinggi antisipasi banjir. Daerah lainnya adalah kawasan yang terancam banjir lahar dingin Merapi, banjir daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo, Jawa Tengah, dan DAS Citarum, Jawa Barat.
Kepala Sub-Bidang Informasi Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi dan Geofisika, Kukuh Ribudiyanto, mengatakan puncak curah hujan terjadi pada Januari dan Februari 2011. Namun ia mengaku belum dapat memperkirakan besar curah hujan saat ini. “Sekarang yang ada perkiraan dasar Januari curah hujan 400-500 milimeter,” kata Kukuh. Artinya, curah hujan akan sangat tinggi. Perkiraan ini didasarkan pada data Desember 2011, sehingga masih bisa berubah.
Sebagai perbandingan, curah hujan pada 2002 dan 2007 masuk kategori menengah-tinggi. Pada 2002, hujan turun setiap hari selama 10 hari sebelum banjir. Namun curah hujan tidak merata. Yang paling tinggi di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Di Tanjung Priok, curah hujan mencapai 177 milimeter. Sedangkan di sekitar Bandara Halim Perdanakusuma, curahnya 104 milimeter dan masuk kategori menengah.
Adapun pada 2007, sehari sebelum hari H, Jabodetabek diguyur hujan sedang hingga lebat. Pada hari H, hujan sangat lebat, merata di seluruh Jabodetabek. Di Kemayoran, curah hujan sebesar 68 milimeter, dan Cengkareng 61 milimeter. Sedangkan pada saat banjir, curah hujan di Kemayoran 234 milimeter, dan tertinggi di Ciledug 340 milimeter.
BNPB, kata Sutopo, mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir besar dalam siklus banjir lima tahunan itu dengan mempersiapkan petugas, sarana, dan prasarana (lihat infografik). Menurut Sutopo, banjir juga bisa terjadi karena 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan air laut. Ada 62 titik rawan banjir Jakarta.
Tingginya angka urbanisasi juga mengubah kawasan resapan air menjadi hunian, menyebabkan drainase tidak berfungsi dan penyempitan kali. "Berbahaya bila intensitas curah hujan jauh di atas 300 mm, massa air yang besar tidak bisa tersalur ke laut dan terperangkap di Jakarta.
" Apalagi 90,33 persen wilayah Jakarta merupakan kawasan yang terbangun. Keadaan ini diperparah karena kondisi serupa juga terjadi di daerah penyangga. Daerah terbangun kawasan Depok, Bekasi, Bogor, dan Tangerang sekitar 60-79 persen.
Tiga belas sungai utama juga menyempit sehingga kemampuannya mengalirkan air minim. Kali Ciliwung, mulai Kalibata hingga Bukit Duri, kemampuan mengalirkan air hanya 17 persen. Kali Krukut 37 persen, dan Kali Pesanggrahan 21 persen. Padahal aliran permukaan dari bagian tengah dan hulu sungai yang masuk ke Jakarta meningkat sekitar 50 persen dalam 30 tahun terakhir.
Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat pada akhir 2011 ini akan menormalisasi Kali Sunter, Angke, dan Pesanggrahan, serta membangun tujuh waduk berpompa di Halim dan Pondok Labu. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, normalisasi akan dimulai di Kali Sunter. “Pembebasan lahan bantaran Kali Sunter dimulai tahun ini," kata Gubernur saat berkantor di Kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur, kemarin.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Ery Basworo mengatakan Kali Sunter, yang lebarnya 6 meter, diubah menjadi 22 meter. Di Halim akan dibangun enam waduk seluas 30 hektare dengan dana Rp 10 miliar per waduk. "Flood control akan dilakukan dari enam waduk itu." Namun jumlah waduk yang akan dibangun masih bisa berubah.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI | ATMI PERTIWI | HERU TRIYONO | ENDRI K