TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menyatakan para petinggi Partai Demokrat masih solid mendukung Ketua Umum Anas Urbaningrum. Ia menepis kabar yang menyebutkan Anas mulai ditinggalkan petinggi Demokrat lantaran namanya tersangkut dalam kasus korupsi dan dikhawatirkan berpengaruh terhadap popularitas Demokrat di mata publik.
"Saya enggak melihat kalau meninggalkan, biasa saja. Bahwa masalah ini mengganggu konsolidasi, komunikasi, ya," ujar Mubarok ketika diminta konfirmasi, Kamis, 17 November 2011. "Tapi yang namanya meninggalkan, saya tidak melihat."
Mubarok mengatakan, Demokrat mendukung penuh proses penegakan hukum, termasuk terhadap kader-kader partai yang diduga terlibat kasus korupsi. "Enggak peduli siapa yang kena. Tapi harus berdasarkan hukum, bukan persepsi," ujar dia. Ia menyatakan semua kader Demokrat tunduk pada arahan Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono yang menyampaikan pentingnya prinsip penegakan hukum.
Namun, ia menegaskan partai tak akan segan mencopot kadernya yang terbukti terlibat kasus korupsi. "Kami enggak akan mempertahankan," katanya.
Nama Anas kembali disebut-sebut dalam dua kasus korupsi yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Kedua kasus itu, yakni kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang yang menyeret nama bekas Bendahara Umum Demokrat M. Nazaruddin dan proyek Hambalang di Bogor, Jawa Barat.
Dalam proyek Hambalang, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Ignatius Mulyono, mengungkapkan Anas berperan membereskan proyek pembangunan pusat olahraga di Bukit Hambalang. Proyek ini sedang diselidiki oleh KPK setelah beberapa bulan masuk dalam daftar pulbaket (pengumpulan bahan keterangan).
Mulyono mengatakan pernah dipanggil oleh Anas yang waktu itu masih Ketua Fraksi Partai Demokrat dan diminta mengurus masalah tanah proyek Hambalang. "Di situ juga ada Nazaruddin)," katanya kepada Tempo kemarin. Menurut Mulyono, ia diminta membantu karena dekat dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto. Keduanya sama-sama anggota tim sukses SBY saat pemilihan umum tahun 2004.
Proyek Hambalang dibangun pada 2010 di atas lahan seluas 30 hektar. Sumber dana proyek senilai hampir Rp 1,2 triliun ini berasal dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kasus ini muncul setelah M. Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, mengaku ada aliran uang ke Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu senilai Rp 50 miliar. Duit ini berasal dari PT Permai Group, salah satu perusahaannya, yang ikut mengelola proyek Hambalang.
Dalam salinan sebuah dokumen yang dimiliki Tempo, peran Anas juga disinggung oleh Nazaruddin. Di sana disebutkan, Anas, setelah diperkenalkan oleh Nazar, meminta Mulyono mengurus masalah tanah itu.
Nazar juga mengungkapkan ada sebuah pertemuan lanjutan di restoran masakan Jepang, Nippon Chan, di Hotel Sultan, Jakarta, yang dihadiri Anas, Nazar, Joyo, dan Mulyono. Tapi soal pertemuan di restoran Nippon itu, Mulyono mengatakan tak mengetahuinya. Nazaruddin saat ini menjadi tersangka dalam kasus suap wisma atlet.
Terhadap dugaan keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang, Mubarok menyatakan belum ingin berandai-andai. "Kita ikuti saja proses hukum," ujarnya. Ia mengatakan, semua pengurus Demokrat sudah mengetahui karakter masing-masing Anas dan Nazaruddin.
Ia mengatakan, jika dibandingkan Nazaruddin, Anas dalam hal ini masih sangat dipercaya dan didukung seluruh pengurus. "Iya masih (sangat dipercaya dan didukung) karena kita tahu (karakter Nazaruddin)," kata dia. "Orang dibesarkan di partai kok menghancurkan partai."
MAHARDIKA SATRIA HADI