TEMPO Interaktif, Tokyo - Bank sentral Jepang (Bank of Japan/ BOJ) mengeluarkan peringatan akan turunnya pertumbuhan ekonomi di akhir tahun. Pukulan telak pada sektor manufaktur akibat penguatan yen dan faktor eksternal menjadi penyebab melambatnya kinerja ekonomi Negeri Macan Asia.
Pernyataan BOJ ini ironis mengingat pada Senin lalu, Sekretariat Kabinet mengumumkan pertumbuhan ekonomi mencapai 1,5 persen kuartal III lalu. Angka ini naik dari sebelumnya, yang berada di bawah 1 persen. Pertumbuhan ini berpatokan pada pulihnya industri dalam negeri Jepang yang porak-poranda gara-gara gempa dan tsunami pada Februari lalu.
Tapi ternyata bank sentral punya asumsi lain. "Pertumbuhan akan melambat karena pengaruh kondisi ekonomi luar negeri," demikian pernyataan mereka, seperti dikutip BBC, Rabu, 16 November 2011.
Faktor luar negeri yang amat berpengaruh ialah krisis utang Eropa yang membuat ekspor Jepang ke benua itu mandek. Selain itu, banjir di Thailand telah menyumbat pasokan suku cadang yang diperlukan pada industri otomotif, primadona devisa negara tersebut.
Dari dalam negeri, hambatan yang muncul adalah menguatnya nilai tukar yen terhadap dolar Amerika. Akibat penguatan yen, nilai ekspor anjlok. Karena itulah, BOJ tetap mempertahankan suku bunga di level 0-0,1 persen untuk mendorong pertumbuhan. "Proyeksi ini menunjukkan bahwa BOJ lebih mewaspadai ancaman dari luar negeri," kata analis Meiji Yasuda Life Insurance Tokyo, Yuichi Kodama.
Saat ini, nilai yen masih terus menguat, sekurangnya 1 persen tiap pekan. Dalam perdagangan Rabu, nilai dolar Amerika mencapai 76,97 yen. Tingginya nilai yen ini menjadi sinyal buruk bagi eksportir. Karena itulah, pemerintah Jepang akan mengintervensi pasar mata uang tahun ini serta melakukan kebijakan lain untuk melemahkan yen.
Pelambatan laju pertumbuhan ekonomi pun dialami Jerman saat ini. Menteri Urusan Ekonomi, Phillip Roesler, kemarin mengumumkan bahwa pertumbuhan produk domestik bruto hanya naik 0,5 persen di kuartal III. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya yang mencapai 0,2 persen, pertumbuhan hanya naik tipis.
Namun, Roesler meramalkan kondisi ini akan memburuk di akhir tahun seiring belum tuntasnya krisis utang di beberapa negara Eropa. Kinerja industri rata-rata anggota zona euro pun turun 2 persen. "Pasar masih dilanda kecemasan," ucapnya.
FERY FIRMANSYAH