TEMPO Interaktif, Lumajang - Kepolisian Resor Lumajang, Jawa Timur, dinilai bersikap diskrimintif atau pilih kasih dalam menangani kasus dugaan tindak pidana.
Bupati Lumbung Informasi Rakyat (LIRa) Kabupaten Lumajang, Zainal Abidin, menjelaskan bahwa Polres Lumajang sangat cepat menangani kasus empat warga Suku Tengger di Desa Kandang Tepus dan Desa Wonocempoko Ayu, Kecamatan Senduro.
Sebaliknya, berkaitan dengan kasus dugaan illegal mining yang terjadi di Kecamatan Pasirian, aparat Polres Lumajang terkesan loyo. Kasus yang terungkap Juli 2011 lalu hingga kini tidak ada tanda-tanda kelanjutannya. Dua pelaku yang ditangkap petugas Perhutani bersama warga, yakni Bs dan He, yang kedapatan mengangkut pasir besi secara liar, malah dibiarkan bebas.
Bs dan He yang semula diperiksa di Kepolisian Sekto Pasirian dipindahkan penanganannya oleh Reserse dan Kriminal Polres Lumajang. Sopir truk pengangkut pasir juga sudah dimintai sebagai saksi kunci. ”Pasir besi diambil dari dalam wilayah hutan Perhutani. Tapi kenapa justru dilepas,” kata Zainal Abidien kepada Tempo, Kamis, 17 November 2011.
Adapun empat warga Suku Tengger, yakni Surya, Halimah, Jumat serta Legiman, langsung dijebloskan ke dalam tahanan polisi. Padahal proses penangkapannya tidak prosedural karena tidak disertai surat perintah penangkapan.
Baca Juga:
Empat orang itu dituduh melakukan perambahan hutan dan pembalakan liar di kawasan mili Perhutani. Namun, cara aparat Kepolisian Sektor Senduro yang melakukan penangkapan sungguh janggal. Empat orang itu terlebih dahulu dipanggil ke rumah kepala kampung. Di situlah keempatnya ditangkap. Bahkan barang bukti dicari belakangan setelah mereka dijadikan tersangka. ”Seharusnya empat warga Suku Tengger itu juga dilepas sehingga mendapat perlakuan yang sama,” ujar Zainal.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Lumajang, Ajun Komisaris Kusmindar, membantah penilaian LIra. "Tidak benar itu. Tidak mungkin polisi bertindak diskrimintaif dalam menangani perkara," ucapnya.
Ihwal dugaan kasus illegal mining di Pasirian, Kusmindar berdalih, lahan tempat pengambilan pasir besi yang diklaim kawasan hutan Perhutani masih dalam sengketa antara warga dengan Perhutani. ”Jadi, tidak bisa dikatakan lokasi pengambilan pasir besi itu di dalam wilayah hutan Perhutani,” papar Kusmindar. Namun, Kusmindar tidak berani memastikan apakah sangkaan pidana ilegal minning terhadap Bs dan He gugur.
Terhadap kasus yang melibatkan empat warga Suku Tengger, menurut Kusmindar, harus diteruskan prosesnya hingga ke pengadilan karena berkas perkaranya telah sempurna (P21).
Sebelumnya, sejumlah elemen organisasi kemasyarakatan mendatangi Polres Lumajang untuk menyampaikan pernyataan sikap. Salah satu dari tiga poin pernyataannya adalah mendesak Polres melepas empat warga Suku Tengger tersebut.
Penangkapan empat warga tersebut dituding sebagai skenario yang diciptakan aparat yang berkolusi dengan jaringan pelaku ilegal loging yang kerap melakukan pembalakan di hutan yang kini dihuni oleh Suku Tengger. Karena merasa kegiatannya terganggu, empat warga tersebut dijadikan kambing hitam, seolah-olah pelaku pembalakan liar.
DAVID PRIYASIDHARTA