TEMPO Interaktif, Jakarta -Konflik kehutanan di Indonesia telah merembet ke lebih dari 10 provinsi. Sampai tahun ini, total luas lahan hutan yang disengketakan telah mencapai 843.879 hektare.
Data itu dipaparkan oleh paguyuban lembaga swadaya masyarakat kehutanan yang tergabung dalam Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma) di Jakarta, Kamis 17 November 2011 kemarin.
Sepuluh provinsi yang mengalami konflik itu adalah Kalimantan Barat, Jawa Barat, Riau, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Jambi, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Lokasi konflik terluas ada di Kalimantan Barat: 526.153 hektare.
"Itu belum semua provinsi, termasuk Papua yang juga banyak masalah," kata Direktur Eksekutif Huma, Andiko, dalam sebuah diskusi di Restoran Warung Daun, Jakarta, kemarin.
Konflik di hutan biasanya disebabkan oleh masalah wilayah hutan dan tapal batas. Andiko mengatakan konflik umumnya melibatkan masyarakat lokal dan berbagai pihak, seperti Perhutani, masyarakat adat, perusahaan dan koperasi, Kementerian Kehutanan, Taman Nasional, petani, pemerintah daerah, serta instansi lain.
Masyarakat di kawasan hutan, kata Direktur Eksekutif Wallacea-Sulawesi Selatan Andi Sainal Abidin, juga kerap mengalami kriminalisasi. Salah satu contoh: kasus masyarakat adat Ba'tan di Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah bencana tanah longsor, masyarakat yang terpaksa membangun tempat tinggal kembali justru ditangkap. "Dianggap memanfaatkan hutan negara," kata Andi.
Pemerintah, menurut Huma dalam rekomendasinya, harus memperbaiki masalah tumpang-tindihnya perizinan pengelolaan hutan. Lalu pemerintah diminta membangun mekanisme resolusi konflik yang elegan dan lintas departemen. Terakhir, pemerintah memperluas wilayah hutan kelola rakyat.
ISHOMUDDIN