TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan profesi yang tergabung dalam Komisi Pendidikan Nasional menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. Rancangan itu kini sedang dibahas oleh Komisi X DPR. Penolakan disebabkan oleh substansi RUU yang dinilai bertujuan melakukan privatisasi dan komersialisasi pendidikan.
Alghiffari dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengatakan tidak ada perubahan makna dalam rancangan baru yang akan menggantikan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan ini. "Apa yang ada dalam UU BHP hanya diubah istilahnya," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Senin, 21 November 2011.
Misalnya, soal pemisahan perguruan tinggi negeri, swasta, dan BHMN yang tercantum dalam UU BHP masih tetap ada di dalam RUU PT. Dalam rancangan baru perguruan tinggi negeri reguler diberi status otonomi terbatas, perguruan tinggi negeri diberi status otonom, sedangkan BLU diganti statusnya menjadi semi-otonom.
Wakil Ketua Komisi X DPR Utut Adianto mengatakan pembahasan rancangan undang-undang itu saat ini sampai pada perundingan tingkat satu atau antara perwakilan Komisi dengan perwakilan pemerintah. Rancangan ini ditargetkan akan disahkan pada Desember mendatang, tapi kemungkinan akan mundur.
"Masih panjang. Sepertinya akan berlanjut ke tahun depan," katanya. Menurut Utut, Komisi X sedang menyusun agar biaya pendidikan tinggi menjadi semurah mungkin. Meski begitu, kata dia, tidak ada perubahan skema penyerapan mahasiswa.
Artinya, perguruan tinggi tetap diwajibkan memberikan porsi kursi sebesar 20 persen dari total daya tampung kepada siswa yang kurang mampu. Persoalannya, kata dia, saat ini kewajiban itu hanya dijalankan 4-6 persen oleh rata-rata perguruan tinggi.
KARTIKA CANDRA