TEMPO Interaktif, Sleman - Para pendaki Gunung Merapi yang akan merayakan malam tahun baru Jawa 1 Suro yang jatuh pada Sabtu, 26 November 2011, ini dilarang mengambil jalur dari wilayah Sleman.
"Meski status Merapi normal, tapi jangan ambil jalur Sleman karena masih banyak bahaya mengancam dan medan tak memungkinkan," kata relawan Merapi dari Komunitas Edelweis, Tugiyono, Jumat, 25 November 2011.
Selain sejumlah jalur masih tertutup material sisa erupsi, ancaman bahaya juga disebabkan intensitas hujan tinggi yang berpotensi membawa aliran lahar dingin ke arah selatan, mendekati jalur pendakian. "Kalau aliran itu benar terjadi, susah untuk melarikan diri karena semua sudah tertutup," kata dia.
Tak hanya itu, kata Tugi, jika terjadi longsoran material akibat disiram terus menerus oleh hujan, akan berpotensi membuat pendaki tertimbun. "Longsoran batu sekepal dari atas, sampai bawah bisa sebesar lemari karena saat ini kondisi tanah labil," kata relawan yang biasa mengawal pendakian di wilayah Merapi dan Merbabu itu.
Sebagai gantinya, Tugi merekomendasikan pendakian mengambil jalur Selo Boyolali yang selama ini menjadi alternatif usai erupsi. Selain itu, ada satu jalur lagi di wilayah Boyolali, yakni Clunthang, yang sejauh ini belum banyak diketahui pendaki.
"Clunthang bisa jadi alternatif baru dan jarak tempuh relatif pendek serta aman," kata dia. Jarak yang ditempuh menuju Merapi rata-rata empat jam.
Usai erupsi ini, jumlah pendaki Malam Satu Suro diperkirakan menurun drastis. Tahun-tahun sebelumnya pendaki 1 Suro bisa mencapai 500 orang, tetapi kini diprediksi tak lebih dari 150 orang.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPTTK, Sri Sumarsih, membenarkan aktivitas Merapi per September 2011 itu sudah normal. BPPTK mencatat hingga 20 November lalu Merapi memiliki tingkat multiphase (MP) 31, jumlah guguran 12, gempa tektonik 8, dan gempa vulkanik dalam dan dangkal yang nihil.
"Yang harus diwaspadai dalam pendakian adalah intensitas hujan dan anginnya sekarang, kalau gunungnya normal," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO