TEMPO Interaktif, Timika - Pelaku sejumlah penembakan di jalan menuju Freeport, Timika, Papua, besar kemungkinan profesional. Diduga merupakan penembak jitu, pelaku menggunakan peluru khusus yang pecah ketika mencapai sasaran.
Dari hasil penelusuran Tempo di Timika, pelaku menghindari sasaran anggota Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian. Hal itu terlihat pada peristiwa penembakan mobil patroli, yang menewaskan staf Freeport, Ferry William Sanyakit.
Pada Jumat dua pekan lalu, empat kendaraan beriring lambat selepas tikungan Mile-51, menuju lokasi penambangan Freeport. Paling depan adalah mobil patroli yang dikendarai Ferry yang mengangkut tiga anggota Brigade Mobil Kepolisian. Di belakangnya, truk yang menggendong pipa besi, lalu eskavator, dan terakhir bus berpenumpang pekerja Freeport.
Iring-iringan ini sebenarnya hendak memperbaiki pipa bocor di Mile-54. Tiba-tiba tembakan meledak dari tengah belantara. Iring-iringan berhenti seketika. Wajah Ferry berlumuran darah. Satu peluru menembus kaca depan mobil bernomor RP 17 dan melesak di kepala sang pengemudi. “Serpihan peluru banyak dan kecil-kecil,” kata Putu Ayu Indrasari, dokter yang mengotopsi Ferry, kepada Tempo.
Tiga polisi di mobil Ferry hanya terluka terkena serpihan peluru. Lengan Brigadir Kepala Jafar yang duduk di depan terluka. Brigadir Rumere terluka di mulut kanan dan Brigadir Satu Eli di hidung–keduanya duduk di belakang. Tapi ketiganya menghambur keluar mobil. Mereka menembak tanpa sasaran jelas selama sekitar setengah jam.
Baca Juga:
Ferry yang sekarat tergeletak di belakang setir. Mobil ambulans yang datang dari Tembagapura di Mile-68 tak bisa masuk lokasi penembakan. “Mereka dicegat sekelompok orang bersenjata di sekitar Mile-52,” kata Wakil Kepala Polres Mimika, Komisaris Mada Indra Laksanta. Ferry baru bisa dievakuasi setelah bala bantuan datang dengan dua panser Detasemen Kavaleri. Ia diterbangkan dengan helikopter menuju klinik di Kuala Kencana. Sore harinya, Ferry mengembuskan napas terakhir.
Menurut seorang saksi mata, Ferry bukannya tanpa pengaman. Lajang 52 tahun yang hampir separuh hidupnya bekerja di tambang emas itu mengenakan rompi anti-peluru. Dia meletakkan satu rompi lainnya di pintu kanan bagian dalam mobil. Mungkin ia berhitung, penembakan-penembakan sebelumnya yang menewaskan penumpang mobil ditembakkan dari samping menembus daun pintu.
Lokasi penembakan merupakan titik favorit pelaku. Tiga penembakan terakhir sepanjang bulan ini terjadi di areal sama–sesuatu yang terlihat aneh. Sebab, lokasi itu tepat berada di antara pos keamanan gabungan polisi dan Tentara Nasional Indonesia di Mile-50 dan Mile-55.
Di wilayah Mile-51 itu, jalanan dikelilingi hutan datar. Beda dengan jalanan selepas Mile-53 hingga Mile-54 yang mulai mendaki dan bersebelahan dengan jurang sedalam 300 meter. Selepas Mile-57, jurang semakin dalam dan jalan semakin terjal.
Tewasnya Ferry menambah panjang kasus-kasus pembunuhan misterius di areal Freeport. Dalam dua bulan terakhir, setidaknya terjadi delapan kali penembakan dengan tujuh orang korban meninggal. Kepolisian belum bisa memastikan pelaku penembakan di area penambangan emas terbesar itu. “Bisa jadi orang yang sama,” kata juru bicara Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Wachyono. Polisi menyatakan masih mengejar pelaku.
Sumber Tempo di Timika mengungkapkan pelaku penembakan-penembakan itu dilakukan kelompok yang sama. Penembak Ferry adalah penembak jitu yang memang mengincar kepala. Buktinya, cuma satu peluru yang keluar dari senapan penembak gelap.
“Kalau mau incar anggota Brimob, bisa saja,” kata orang dalam Freeport ini. “Tapi kalau polisi yang mati, urusannya jadi panjang.” Dia menduga pelaku adalah profesional, bukan gerilyawan primitif Papua Merdeka seperti yang sering dituduh aparat.
Lambert Pekikir, panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, mengatakan penembakan tidak dilakukan anggotanya. Menurut dia, semenjak kematian Kelly Kwalik pada November 2009, tidak ada lagi anggota Tentara Pembebasan Papua bergerilya di kawasan pegunungan Timika.
TITO SIANIPAR DAN TJAHJONO EP (TIMIKA)
Baca selengkapnya di majalah Tempo, 28 November-4 Desember 2011.