TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menilai protokol krisis pangan perlu segera dibentuk. Alasannya, protokol krisis bisa menjadi langkah antisipasi jika terjadi ancaman krisis pangan.
"Kami pikir protokol krisis ini bagus sekali dalam rangka antisipasi. Tapi ini baru gagasan," kata Rusman saat ditemui usai HUT KORPRI, di kantor Kementerian Pertanian, Selasa 29 November 2011.
Untuk membuat protokol krisis pangan Kementerian Pertanian masih menunggu arahan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kementerian Pertanian berkepentingan terhadap pembentukan protokol krisis pangan karena bertugas soal produksi pangan.
"Nanti pasti kami rencanakan protokol krisis pangan. Tapi kami masih menunggu inisiatif dari Bappenas, untuk saat ini kami lakukan antisipasi dulu," kata dia.
Dia mengaku, pihaknya mengantisipasi ancaman krisis pangan dengan menggalakkan program diversifikasi pangan. Selama ini daerah belum bisa mengoptimalkan potensi pangan lokalnya. "Malah yang ada sekarang pangan lokal justru tergantikan oleh beras lagi," ujar dia.
Rusman menuturkan pemerintah tengah berupaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi beras. Sebab, jumlah penduduk yang semakin besar akan membutuhkan beras lebih banyak.
Padahal, produksi beras terus menurun. Badan Pusat Statistik merilis Angka Ramalan III yang memperkirakan produksi padi tahun ini turun menjadi menjadi 65,39 juta Gabah Kering Giling dari produksi tahun lalu 68,06 juta ton.
"Kalau pertumbuhan jumlah penduduk ini tidak diimbangi dengan diversifikasi pangan, nanti kita akan mendewakan beras terus. Diversifikasi pangan ini tugas kami, untuk ketahanan pangan," ujarnya.
Sebelumnya, Bank dunia meminta pemerintah Indonesia menyiapkan protokol krisis pangan untuk mengantisipasi lonjakan harga tahun depan. Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Sjamsu Rahardja mengatakan, Indonesia harus merespon gejala krisis pangan melalui prosedur yang bisa dilakukan dengan cepat.
Selama ini kebijakan penanganan krisis pangan dinilai lambat. Contohnya beras, pemerintah tidak bisa cepat merespon perubahan ekologi dan serangan hama. Akibatnya, terjadi gagal panen dan pasokan pun menurun. Padahal beras menjadi komoditas yang penting untuk Indonesia dan bisa memicu inflasi karena harga yang fluktuatif.
ROSALINA