TEMPO Interaktif, Sleman - Penulis buku kontroversial Gurita Cikeas, George Junus Aditjondro, dilaporkan ke Polda DI Yogyakarta karena dinilai melecehkan Keraton Yogyakarta, Kamis, 1 Desember 2011.
Pelecehan itu terkait perkataan George yang dianggap sengaja mencemari keberadaan Keraton Yogyakarta sebagai panutan masyarakat dengan mengatakan Keraton singkatan "Kera di Tonton".
Kalimat pelecehan itu terjadi saat George menjadi pembicara dalam diskusi publik berjudul "Membedah Status Sultan Ground/Pakualaman Ground dalam Keistimewaan Yogyakarta" yang digelar di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Rabu, 30 November 2011.
Pelapor adalah perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Yogyakarta (FMY). Mereka datang sekitar pukul 09.30 WIB dengan menggunakan pakaian adat Jawa lengkap dengan keris. Mereka membawa poster berisi tudingan kepada dosen mata kuliah Marxisme di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu.
Sebagian poster itu menyebut "George kalau enggak senang di Jogja pindah saja dari Jogja", "Siapa yang bayar kamu, George?", dan "Kalah Pilkada kok masih ngeyel, George?"
Dalam diskusi tersebut, peran Keraton dalam penyelesaian polemik rencana penambangan pasir besi yang ditentang petani pesisir Kulonprogo sejak beberapa tahun dipertanyakan. "Sebagai masyarakat Yogyakarta yang merasa memiliki dan diayomi Keraton, jelas kami merasa ikut tersinggung dengan pernyataan itu. Tak ada dasarnya," kata koordinator forum Widihasto usai melaporkan. Rombongan diterima Kapolda DIY Brigjend Tjuk Basuki.
Dalam laporannya, FMY menilai George telah melakukan tindakan pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Penulis buku Cikeas Makin Menggurita itu pun diminta secara terbuka minta maaf melalui media massa dalam batas waktu 2x24 jam sejak berkas acaranya dibuat pihak kepolisian.
Jimmy Petrus, salah satu perwakilan forum, mengatakan jika dalam dua hari George tidak memenuhi tuntutan itu, FMY akan menempuh jalur hukum. Aditjondro akan dituntut dengan pasal 207, 310, 311, 317, 318 KUHP. "Tugas kami sampai di sini. Soal penyelidikan barang bukti rekaman diskusi, tugas polisi untuk menyelidikinya ke pihak UGM," kata dia.
Usai melaporkan ke polisi, perwakilan forum melanjutkan menuju kampus tempat Geroge sedang mengajar pagi itu. Mereka terlebih dahulu menemui Rektor Universitas Sanata Dharma untuk memberitahukan tentang laporan yang sudah mereka sampaikan ke polisi. "Kami tidak akan melakukan tindakan anarkis. Semua dengan hukum," kata Widihasto.
Ketika ditemui Tempo dan beberapa media usai mengajar, George mengatakan diskusi itu adalah diskusi ilmiah dan resmi yang berlangsung santai. "Saya belum lihat notulennya diskusi itu. Setiap kata kalau dikutip di luar konteks bisa berbeda. Bisa saja salah tafsir, sekarang yang bercanda dibikin serius dan sebaliknya. Ada banyak peserta dalam diskusi itu," kata George.
Menanggapi tudingan pelapor bahwa aksinya ditunggangi kepentingan tertentu untuk menggoyang institusi Keraton, George mengatakan sama sekali tak relevan. "Itu tak perlu ditanggapi kalau cuma dugaan. Banyak yang ada di belakang saya. Kalau saya bilang di belakang saya Tuhan Yesus gimana?"
George justru meminta untuk mempertanyakan persoalan yang muncul kepada para petani Kulonprogo terkait isi diskusi publik tentang Sultan Ground dan Pakualaman Ground itu.
Sementara adik tiri Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo, saat dihubungi Tempo mengatakan pihak keraton masih akan mendalami persoalan itu. "Kami sudah tahu semuanya dan masih dalami soal itu. Ngarso Dalem (Sultan) juga sudah diberi tahu semua soal itu," kata dia.
Prabu mengatakan Keraton tidak mengintervensi soal laporan yang dilakukan forum tersebut. "Kalau ada masyarakat merasa tersinggung dengan pernyataan yang menyinggung Keraton, itu hak mereka. Yang jelas tidak ada aksi mendukung atau apa pun soal itu dari Keraton," kata Prabu yang tengah mengikuti Musyawarah Nasional KONI di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
PRIBADI WICAKSONO