TEMPO Interaktif, Jakarta- Dunia seni rupa dengan fesyen, belakangan semakin berkesinambungan. Keduanya saling mempengaruhi dan menyokong satu sama lain. Kini, hampir sebagian besar merek dagang busana mengkampanyekan citra dan kreativitas lewat karya seni.
Inilah yang tergambar dalam pameran bertajuk “PMR Cube Cotemporary Culture Interplay”, yang di selenggarakan Indonesia Tatler, pada 1-6 Desember 2011 di gedung Sampoerna Strategic Square, Jakarta. Lebih dari seratus karya seni rupa baru di pajang di sana.
“Target pengunjung kami selama lima hari adalah 9500 orang,” ujar Millie Stephanie dari Indonesia Tatler, dalam pembukaan pameran tersebut di Jakarta, kemarin. Indonesia tatler sendiri merupakan salah satu majalah fesyen yang juga melebarkan saya di singapura.
Indonesia dibidik para seniman internasional karena dianggap sebagai salah satu negara di Asia yang memiliki perkembangan pesat tentang seni dan fesyen. “Dunia seni rupa Indonesia jelas sekali sangat berkembang dari tahun ke tahun,' kata Stephanie. Hanya saja, lanjutnya, bagaimana masyarakat Indonesia bisa menikmatinya melalui ajang-ajang seperti ini.
Dalam perhelatan ini, Jim Supangkat, didaulat sebagai kurator pameran. Jim menilai perhelatan semacam ini, yang mengatasnamakan sebuah budaya “pop” mengurai segala keterbukaan seni kotemporer. “Ada peluang untuk mengkritisi atau bahkan menerima dengan tangan terbuka,” ujarnya.
Bagi yang menghina kegilaan itu, mempercayakan anggapan tentang kemustahilan adanya hubungan baru antara kebudayaan dan kesenian. Adapun, pihak yang “bersuka-cita” dengan gaya seni baru ini makin mengibarkan budaya ini ketingkat popularitas. “Hingga ada anggapan bahwa seni semacam ini hanya sebagat selera konsumerisme,” katanya.
Sementara, co-curator PMR Cube , Dian Muljadi, menyatakan, "pameran ini adalah panggung yang berbeda bagi para desainer." Dian dan Sebastian Gunawan yang selama ini dikenal sebagai desainer, menjadi co-curator pendamping Jim Supangkat. "Pameran ini telah disiapkan selama dua tahun,” ujarnya.
AGUSLIA HIDAYAH