TEMPO Interaktif, Kairo - Mesir segera memperoleh parlemen baru setelah pemilihan umum yang digelar awal pekan ini sejak mantan Presiden Husni Mubarak terjungkal. Hasil pemungutan suara yang diumumkan kemarin malam waktu setempat diperkirakan dimenangi partai-partai Islam.
Kubu Ikhwanul Muslimin, yang pernah dilarang rezim Mubarak, mengklaim partainya, Freedom and Justice (FJP), diperkirakan menang dengan margin 43 persen dalam pemilu tahap pertama. Tapi mereka juga menduga kemungkinan Partai Salafi al-Nour mampu menggaet 30 persen suara. Kamis lalu kubu Nour meramal partainya mampu meraih 20 persen.
Adapun Blok Mesir, kelompok multipartai liberal, menyatakan yakin akan berada di urutan kelima dalam pemilu ini.
Untuk menjadi mayoritas, FJP menyatakan tetap ingin berkoalisi dengan beberapa partai, seperti Partai Wafd yang liberal atau Partai Wasat yang berhaluan Islam moderat. Namun, "Diskusi formasi pemerintahan masih prematur dan bentuk aliansi parlemen terkait erat dengan selesainya tiga babak pemilu," demikian pernyataan Ikhwanul pada Jumat, 2 Desember 2011.
Kemungkinan bakal naiknya partai Islam ke tampuk kekuasaan tak pelak menimbulkan keresahan sebagian warga Mesir, khususnya minoritas penganut Kristen Koptik. Mereka cemas pemerintahan nanti akan menerapkan syariah Islam di masyarakat.
Tapi para pejabat Ikhwanul menepis kekhawatiran tersebut. Mereka menyatakan target partainya adalah membasmi korupsi dan mengembalikan kondisi ekonomi. Para pejabat itu terang-terang menyatakan tak akan melarang penggunaan alkohol atau mewajibkan para perempuan berjilbab.
Prioritas mereka adalah terciptanya pertumbuhan ekonomi untuk memangkas kemiskinan. Ini juga untuk meyakinkan pemilih bahwa Ikhwanul Muslimin layak memerintah.
Kemarin, sejak siang, para pemrotes berpawai di Kairo menuju Midan Tahrir guna mengenang 42 korban tewas dalam bentrokan massa dengan polisi bulan lalu. "Tanpa Tahrir kami tak bakal menggelar pemilu ini," ujar Mohamed Gad. "Puji Tuhan, pemilu lancar dan revolusi akan berjaya."
Tapi tak sedikit anak muda yang awal tahun ini membanjiri jalanan karena khawatir revolusi mereka berisiko dicuri, baik oleh penguasa militer maupun oleh partai-partai Islam yang terorganisasi.
REUTERS | AP | VOA | DWI ARJANTO