TEMPO Interaktif, Bandung - Kejaksaan Agung membantah disebut lamban menangani kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat di PT Merpati Nusantara Airlines. Kejaksaan menegaskan bahwa proses penyidikan terkait kasus penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 senilai US$ 1 juta itu terus dikembangkan.
Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait kasus tersebut terus dilakukan oleh tim penyidik Kejaksaan. Beberapa waktu lalu, kata Andhi, Kejaksaan telah memeriksa seorang ahli hukum pidana dan seorang ahli pengadaan barang dan jaksa terkait kasus tersebut.
"Berdasarkan laporan yang saya terima dari tim penyidik, dimungkinkan ada penambahan tersangka," kata Andhi dalam acara Sarasehan Wartawan Kejaksaan Agung di Hotel Horison, Bandung, Minggu, 4 Desember 2011.
Andhi menolak menjelaskan lebih detail soal tambahan tersangka baru itu. "Nanti juga akan tahu," katanya.
Sampai saat ini, Kejaksaan baru menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan dan mantan Direktur Keuangan Merpati Guntur Aradea.
Andhi menegaskan bahwa dari informasi yang dikumpulkan sampai saat ini, Kejaksaan masih fokus dalam kasus penyewaan pesawat. "Informasi yang ada masih sangat minim untuk masalah-masalah pembelian. Untuk pembeliannya sendiri, saya baru membaca dari media," katanya.
Kasus ini bermula dari perjanjian sewa antara Merpati dan Thirdstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) pada Desember 2006. Perusahaan penyewaan pesawat asal Amerika Serikat itu berjanji menyiapkan dua pesawat untuk Merpati berjenis Boeing 737 seri 400 dan 500.
Merpati mengirimkan US$ 1 juta atau setara dengan Rp 9 miliar ke TALG sebagai jaminan atau security deposit penyewaan. Tapi hingga tenggat waktu yang disepakati, yakni Januari 2007, pesawat tak kunjung datang. Begitu pula dengan duit jaminan penyewaan, US$ 1 juta, tak bisa ditarik kembali.
RINA WIDIASTUTI