TEMPO Interaktif, Jakarta - Organisasi Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI) mengecam tindakan diskriminatif Sekolah Dasar Don Bosco 1 Kelapa Gading, Jakarta Utara, terhadap seorang calon siswa yang orang tuanya mengidap HIV. "Itu melanggar hak asasi manusia," kata Ketua Dewan Pengurus Nasional JOTHI, Heru Widarsa, kepada Tempo, Ahad, 4 Desember 2011.
Menurut Heru, hak untuk mendapatkan pendidikan tidak ada hubungannya dengan penderita HIV. "Sikap itu amat diskriminatif," katanya. Alasan sekolah yang menyebutkan penolakan itu atas permintaan forum orang tua, kata Heru, cuma pembenaran. Ia mempertanyakan keabsahan forum itu. Dia menilai sekolah tidak memahami konteks penanggulangan HIV/AIDS. "Ini mencoreng. Masa sekolah sekelas Don Bosco tidak paham HIV."
Heru khawatir kasus ini menjadi preseden buruk bagi pola pikir siswa Don Bosco. Siswa, kata Heru, akan terdoktrin bahwa penderita HIV/AIDS harus dijauhi dan dibedakan. "Ini refleksi. Pemahaman HIV tidak sampai ke pendidikan formal."
Kecaman ini, menurut Heru, bukan maksud mengintervensi Don Bosco. Ia cuma mau masalah serupa tidak terulang. Organisasinya meminta Dinas Pendidikan DKI Jakarta segera menuntaskan kasus ini. "Harus ada payung hukum yang melindungi penderita HIV. Kami akan ke DPR membahas ini," ujar Heru.
Yayasan Don Bosco sendiri telah membantah mendiskriminasi anak seorang pengidap HIV positif. Sekolah mengaku tidak mempermasalahkan siswa dengan orang tua penderita HIV AIDS, selama anaknya tidak mengidap penyakit yang sama.
Fajar Jasmin Sugandhi, ayah dari calon siswa yang ditolak, menuntut permintaan maaf SD Don Bosco 1 yang dianggapnya diskriminatif. Ia menerima pesan pendek pembatalan penerimaan anaknya dari sekolah tersebut karena ia mengidap HIV positif.
HERU TRIYONO