TEMPO Interaktif, Jakarta -Empat anggota Komite Eksekutif Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menantang Ketua Umum Djohar Arifin menggelar kongres luar biasa untuk menyelesaikan dualisme kompetisi yang saat ini terjadi. Kongres dinilai sebagai satu-satunya forum yang bisa mengakhiri kemelut di tubuh induk sepak bola Indonesia ini.
"Jalan satu-satunya gelar kongres luar biasa. Kalau mereka benar, mari adu di kongres," kata Anggota Komite Eksekutif La Nyalla Mattalitti dalam jumpa pers di Kantor PSSI, Kawasan Gelora Bung karno, Senin, 5 Desember 2011.
Keempat anggota komite eksekutif tersebut yaitu La Nyalla Mattalitti, Tonny Aprilani, Erwin Dwi Budiawan, dan Roberto Rouw. Keempat pengurus ini dituding melalukan 'makar' dengan memboikot Indonesian Premier League, kompetisi yang disahkan PSSI.
Saat ini, persoalan 'makar' keempat anggota komite eksekutif ini sedang dikaji Komite Etik PSSI yang dimpimpin Todung Mulya Lubis. Komite Etik juga mengusut surat mereka ke AFC 14 Oktober lalu yang berisi aduan bahwa Ketua Umum Djohar Arifin melakukan banyak pelanggaran statuta.
Surat ini membuat Djohar Arifin kebakaran jenggot. Ia lalu mengadukan perihal surat ini ke Komite Etik. Rencananya Komite Etik akan memeriksa La Nyalla, Erwin, dan Tonny Selasa, 6 Desember 2011. Adapun Roberto Rouw telah memenuhi panggilan Rabu pekan lalu.
La Nyalla memastikan dirinya bersama dua anggota lainnya tak akan memenuhi panggilan tersebut. Sebab, kata dia, panggilan yang masuk untuknya berasal dari Majelis Etik PSSI. Lembaga ini, kata La Nyalla, tak jelas keberadaannya. "Saya tidak tahu ada Majelis Etik di PSSI," kata La Nyalla.
Ia mengaku tak takut dengan ancaman sanksi yang mungkin akan diturunkan Komite Etik yang akan bersidang Jumat nanti. "Kalau empat exco (komite eksekutif) mau dipecat, bukan masalah. Mereka akan berhadapaan dengan voter-voter kami," katanya.
Anggota Komite Eksekutif lainnya, Erwin Dwi Budiawan, mengatakan Komite Etik tak bisa memberikan sanksi jika tuduhan yang diajukan adalah mengirim surat ke AFC atau mengumpulkan sejumlah pengurus PSSI tingkat provinsi di Surabaya beberapa waktu lalu -yang oleh PSSI dianggap 'makar'.
Dalam kode etik PSSI, kata Erwin, sanksi baru bisa dijatuhkan jika pengurus terbukti melakukan penyuapan, pengaturan skor, menerima hadiah alias gratifikasi, serta terlibat dalam perjudian. "Kode etiknya seperti itu," kata Erwin.
Erwin mengatakan FIFA, melalui surat balasan yang diterima PSSI 27 Oktober lalu, telah memberi saran agar PSSI menyelesaikan persoalan ini melalui pengadilan arbitrase atau melalui kongres. Karena PSSI tak memiliki badan arbitrase, kata Erwin, "Jadi penyelesaiannya bisa lewat kongres. Ini sesuai saran FIFA."
DWI RIYANTO AGUSTIAR