TEMPO Interaktif, Jakarta - Koalisi Perubahan untuk Papua hari ini, Selasa 6 Desember 2011, mengirim surat terbuka kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. Surat itu dikirim ihwal kondisi Papua yang hingga kini masih kerap terjadi tindaan teror dan intimidasi oleh aparat keamanan. "Kami tegaskan pemerintah untuk hentikan politik dua muka," ujar wakil koalisi, Rizal Ramli, dalam keterangan pers di Rumah Perubahan.
Rizal mengungkapkan muka pertama pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal penyelesaian Papua dengan mengedepankan pendekatan damai. "Sementara muka dua lainnya perintah kekerasan terus dilaksanakan," katanya. Selain penyelesaian melalui jalan damai, lanjutnya, proses hukum pelaku kekerasan juga harus ditindak. Penindakan juga semestinya dilakukan tidak hanya kepada pelaku di level daerah.
Sebab, kata Rizal lagi, perintah kekerasan tidak mungkin dilakukan atas inisiatif di daerah. "Perintah kekerasan tidak mungkin hanya dilakukan pejabat lokal. Kami minta diperiksa siapa yang berikan perintah, tidak hanya pelaku di lapangan yang harus diadili, tapi juga komandan yang beri perintah," ujar dia.
Menurut Rizal, dengan penggunaan kekerasan rakyat Papua justru akan semakin marah. Jika itu terus terjadi, katanya lagi, desakan rakyat untuk melepaskan diri dari Indonesia akan semakin kencang. Pemerintah juga disebutnya tidak pernah mau belajar dari pengalaman sejarah dengan terus menggunakan kekerasan.
"Pemerintah harusnya menghilangkan ketakutan berlebihan terhadap gerakan yang dituding separatis. Sikap paranoid seperti itulah yang jadi penyebab utama tindakan represif aparat dan penggunaan kekerasaan," ujar dia lagi.
Ditemui di tempat yang sama, aktivis HAM Usman Hamid menyatakan permasalahan pembangunan di Papua harus segera dituntaskan. Menurutnya selama ini rakyat Papua belum merasakan hasil pembangunan di tanah mereka yang sangat kaya tersebut. "Sementara pembangunan yang ditujukan ke masyarakat Papua hanya pembangunan kecil seperti peternakan babi, kesejahteraan bukan jadi pokok utama bagi masyarakat sana," kata Usman.
Ia menambahkan, tiap kali terjadi persoalan kekerasan pertanggungjawaban juga masih sekadarnya, bahkan hampir tidak ada. Hal itu dinilainya yang menjadi kendala pengelolaan HAM di Papua. Usman juga mempertanyakan penggunaan kekuatan TNI di daerah perbatasan Papua. "Apakah betul keberadaan TNI untuk jaga perbatasan? Jangan-jangan masalahnya di perbatasan bukan kedaulatan, tapi hanya masalah hukum," ucap dia.
RIRIN AGUSTIA