TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dituding sengaja menutup-nutupi kasus suap Wisma Atlet Jakabaring. Menurut pengacara Muhammad Nazaruddin, SBY tidak melaporkan kasus itu ke aparat, meski Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut mengetahui ada peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana.
“Sampai saat ini Pak SBY yang memimpin rapat di Cikeas tidak pernah melakukan tindakan apa pun dan melaporkannya ke pihak berwenang. Padahal wajib hukumnya sebagai warga negara untuk melaporkan peristiwa yang diduga tindak pidana,” kata pengacara Nazar, Rufinus Hutauruk, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, Rabu, 7 Desember 2011.
Rufius mengungkapkan pada pertemuan di Cikeas yang digelar pada 23 Mei 2011 Nazaruddin sudah melaporkan adanya aliran duit ke sejumlah pengurus Partai Demokrat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Bekas Bendahara Umum Demokrat itu juga menyebut keterlibatan rekan separtainya dalam sejumlah proyek.
Adanya aliran duit ratusan miliar di Kongres Demokrat tahun lalu yang melibatkan Anas Urbaningrum juga dibeberkan Nazar di kediaman SBY. "Tapi sampai hari ini SBY tidak melakukan tindakan apa pun, baik sanksi yang berlaku di partai Demokrat maupun sanksi pidana," ujar Rufinus.
Pertemuan di Puri Cikeas digelar pada 23 Mei lalu. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 3 jam 30 menit itu hadir empat petinggi Demokrat, yakni Jero Wacik, Amir Syamsuddin, Anas Urbaningrum, dan EE Mangindaan.
Nazaruddin menyayangkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam tahap penyidikan tidak pernah menanyainya soal pertemuan Cikeas. “Saya tidak tahu mengapa penyidik tidak pernah menanyakan hal tersebut kepada saya,” ujar Nazar dalam eksepsi pribadi yang dia bacakan di muka sidang.
Dalam pertemuan Cikeas, Nazar mengaku sudah mengklarifikasi tak pernah terlibat proyek Wisma Atlet Jakabaring. “Yang berkaitan dengan proyek itu sudah saya jelaskan secara detail ke Beliau (SBY), yakni Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh, sesuai dengan pengakuan Angelina di depan Tim Pencari Fakta.”
Rufinus menuding KPK dalam penyidikan sengaja tidak mengembangkan perkara ini. Sikap ogah-ogahan KPK dinilai terlihat dari “dianggurkannya” Nazar di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Depok, padahal sebenarnya Nazar bersedia diambil keterangannya.
Proses pemeriksaan pada 12 Oktober 2011 juga dikritik Rufinus. Dalam pemeriksaan Nazar sebenarnya sudah menceritakan pertemuan Cikeas yang digelar sebelum dia kabur ke Singapura. “Padahal apabila penyidik bersedia mencatat secara terperinci keterangan yang diberikan terdakwa dengan petinggi partai di Cikeas, kasus Wisma Atlet akan terang benderang, berikut proyek Hambalang,” ujar Rufinus.
Sikap apatis penyidik KPK dikaitkan tim penasihat hukum sebagai upaya melindungi para pejabat Demokrat. “Barulah sekarang terdakwa menyadari bahwa ini untuk melindungi petinggi partai lainnya. Sebab kalau keterangannya masuk ke berita acara tersangka, mereka yang hadir di Puri Cikeas harus dipanggil sebagai saksi,” kata Rufinus.
ISMA SAVITRI