TEMPO Interaktif, Jakarta- Kendati banyak digadang-gadang sebagai salah satu kandidat kuat Presiden pada pemilu 2014 nanti, Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengaku tidak ingin membicarakan panjang lebar soal itu sekarang.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo, Kamis pekan lau, Kepala Staf TNI Angkatan Darat ini mengatakan tidak mau terlalu banyak bicara soal politik. “Saya ini tentara yang menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat,” katanya. “Saya hanya mau bicara itu saja.”
Adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengaku sangat senang dengan jabatannya sekarang. Saya hanya ingin menutup pengabdian ini dengan kehormatan,” katanya. Sehingga, kata Edhie, anak cucunya nanti bisa bangga melihat dirinya. (Pramono Edhie, Jadi Presiden itu Enggak Enak, Majalah Tempo, edisi 12 Desember 2011)
Sebelumnya, nama Pramono Edhie disebut-sebut menjadi salah satu kandidat calon Presiden yang akan diusung Partai Demokrat. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakri juga dikabarkan berminat meminang Pramono Edhie sebagai wakil dalam pemilu Presiden nanti.
Sumber Tempo mengatakan Aburizal yang akrab dipanggil Ical menginginkan orang nomor dua yang mendampinginya itu adalah tentara. “Dan orang yang diinginkan itu adalah Jenderal Pramono,” katanya.
Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A, konsultan politik yang membantu Ical, mengatakan dua tokoh itu akan menjadi pasangan yang cokok.
Menurut dia, Ical akan sangat kuat jika bisa menggandeng Jenderal Pramono sebagai wakilnya. Dengan merangkul adik ipar Yudhoyono ituAburizal akan mengatasi banyak halangan terkait dengan dukungan militer dan kemungkinan munculnya rival berat dari Partai Demokrat.
Petinggi Golkar yang dekat dengan Aburizal menambahkan dalam kajian internal Golkar, ada lima syarat yang harus didapat agar langkah sang Ketua Umum menuju kursi RI-1 tak terganjal.
Yang pertama terkait dukungan politik dari kekuatan internasional yang diwakili Amerika Serikat. Selanjutnya dukungan tentara, yang dianggap masih sangat menentukan melalui kekuatan teritorialnya. Ketiga sokongan dari para pengusaha besar, terutama dari etnis Tionghoa. Keempat adalah isu Jawa dan Non-Jawa. Dan yang terakhir berkaitan dengan kasus-kasus besar yang selalu dihubungkan dengan Bakrie, misalnya kasus pajak dan luberan lumpur Lapindo.
Setri Yasra