TEMPO Interaktif, Jakarta -Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyaluran kredit oleh lima Bank Pembangunan Daerah (BPD) senilai hampir setengah triliun rupiah kepada pemerintah daerah terindikasi korupsi. “Pemberian kredit tidak sesuai ketentuan,” kata anggota BPK, Rizal Djalil, dalam seminar nasional bertajuk “Kontribusi BPD bagi Pembangunan Indonesia”, Senin, 12 Desember 2011.
Kelima bank daerah itu adalah BPD Sulawesi Selatan senilai Rp 329,855 miliar, BPD Papua senilai Rp 102,88 miliar, BPD Maluku Rp 40 miliar, BPD Sulawesi Utara Rp 9,36 miliar, dan BPD Kalimantan Barat senilai Rp 2,77 miliar.
Bank-bank itu dinilai BPK mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam mengucurkan kredit. Menurut Rizal, pemberian kredit itu dilakukan tanpa memperhatikan masa tahun anggaran daerah, tanpa dokumen persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan tak jelas pula peruntukannya.
Selain itu, manajemen bank tak mengindahkan perhitungan kemampuan daerah mengembalikan utangnya (debt-service coverage ratio). Lebih parah lagi, kredit itu tak disajikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah maupun laporan keuangan pemerintah daerah. “Pengucuran tidak masuk kas daerah dan kredit itu juga tanpa jaminan,” kata Rizal.
Tak cuma itu, auditor BPK menemukan penyaluran kredit Rp 1,29 triliun pada 11 BPD sarat nepotisme. “Pejabat pemberi persetujuan kredit memiliki conflict of interest dengan penerima kredit,” katanya.
Kredit ini berpotensi menjadi kredit macet. Selain penyaluran kredit, BPK mempersoalkan pula perilaku tujuh BPD yang memberikan bunga deposito di atas bunga penjaminan yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Angka deposito bermasalah itu cukup besar, nilainya mencapai Rp 6,3 triliun. Bunga deposito di atas bunga LPS ini berisiko. “Kalau terjadi apa-apa dengan BPD ini, LPS bisa lepas tanggung jawab,” ujarnya.
Penyelewengan ini tercium setelah BPK melakukan audit terhadap 13 BPD sepanjang Oktober-November 2011 lalu. Sekarang BPK menunggu konfirmasi dari Direktur Utama BPD dan kepala daerah terkait mengenai temuan ini. “Kami tunggu jawaban mereka,” ujar Rizal. BPK juga melaporkan hal itu ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Direktur Utama Bank Sulawesi Selatan dan Barat Ellong Tjandra membenarkan telah menyalurkan kredit sebesar Rp 329,8 miliar ke sejumlah pemerintah kabupaten. “Benar, kami telah menyalurkan kredit tanpa meminta jaminan,” kata Ellong kepada Tempo.
Menurutnya, pengucuran kredit terjadi pada periode 2008-2009 di era direktur lama. Sekarang, sebagian besar kredit itu telah dikembalikan ke kas bank. Ia menyatakan meski tanpa agunan, pinjaman itu bukan kredit fiktif. Manajemen bank merasa aman karena mendapat persetujuan DPRD dan dewan komisaris.
Menjawab pernyataan BPK, Ellong menilai terjadi kesalahpahaman auditor BPK dan bank daerah soal status kredit. “Itu hanya dana talangan yang telah dikembalikan. Tapi, kami tidak menyalahkan BPK yang berpegang pada aturan perbankan. Apalagi jumlah kredit yang diberikan sangat besar,” kata Ellong.
Direktur Utama Bank Maluku Dirk Soplanet belum bisa dihubungi. Telepon dan pesan singkat Tempo tak ditanggapi. Demikian pula Direktur Umum Bank Sulut Recky Lintang tak merespons telepon dan pesan singkat dari Tempo.
AKBAR TRI KURNIAWAN | SUBKHAN | ISA ANSHAR JUSUF | SULFAEDAR PAY | MOCHTAR TOWE