TEMPO Interaktif, Jakarta - Serangan Cyber Dapat Mengganggu Bisnis Perminyakan
Doha - Sektor energi diserang peretas jaringan komputer alias hacker. Peretas tersebut melakukan spionase industri dan secara potensial mengacaukan pasokan minyak dunia. Para analis menengarai ada belasan tim yang biasa mencuri data di dunia dan mereka diduga berbasis di Cina.
Eksekutif perusahaan minyak mengingatkan bahwa serangan menjadi lebih sering terjadi dan lebih terencana. "Jika seseorang mampu masuk di daerah penting dan dapat mengontrol pembukaan atau pun penutupan jalur otomatis pasokan minyak, Anda semua bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Ini merupakan dimensi serangan baru yang kita dapati di Shell," ujar Ludoff Leuhmann, Manajer IT di Shell, perusahaan minyak terbesar di Eropa.
"Hal tersebut akan membebankan sektor produksi, keuangan, hidup perusahaan, menyebabkan kebakaran dan kerusakan lingkungan yang amat besar,” ujarnya dalam Kongres Minyak Dunia di Doha.
Virus komputer bernama Stuxnex yang terdeteksi pada 14 Juli 2010 berjalan pada sistem Supervisory Control dan Data Acquisition (SCADA). Sistem tersebut digunakan untuk memantau secara otomatis, sekali saja worm ini menginfeksi sebuah sistem, maka dia akan menjalar ke server komputer untuk mencuri data atau mengambil alih sistem.
"Kami melihat peningkatan jumlah serangan terhadap sistem IT dan informasi. Terdapat banyak motivasi yang melatarbelakanginya, baik kriminal maupun komersial terlebih untuk meningkatkan keuntungan kompetitif," katanya.
Keberadaan virus tersebut mengubah dunia perusahaan minyak internasional karena serangannya mempunyai dampak terhadap proses kontrol serta dilakukan peretas handal.
Menurut para analis keamanan dunia maya Amerika Serikat, sekitar 12 kelompok di Cina punya keahlian mencuri data-data penting dari perusahaan dan lembaga pemerintah di Amerika Serikat. Amerika sendiri tidak bisa menghukum para peretas di Cina karena Negeri Paman Sam tidak punya perjanjian dengan Cina soal itu.
“Industri sudah merasakan bahwa mereka sedang dalam kondisi perang,” ujar James Cartwright, seorang purnawirawan jenderal marinir.
Cina sendiri sebelumnya selalu membantah mereka berada di belakang kelompok peretas mereka. Cina berdalih mereka juga menjadi korban aksi peretas. Kali ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Liu Weimin, enggan merespons tudingan pemerintah Cina mendukung serangan seperti itu. Namun, Weimin mengatakan keamanan di jagat maya adalah masalah yang harus dibicarakan bersama.
REUTERS| SMH| ANANDA PUTRI| KODRAT