TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia masih memperbolehkan bank-bank menggunakan tenaga alih daya alias tenaga outsourcing dalam operasi bank. Bank Indonesia merilis Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/25/PBI/2011 mengenai prinsip kehati-hatian bagi bank menyerahkan sebagian pekerjaan kepada pihak ketiga.
Kepala Biro Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Irwan Lubis menjelaskan, pengalihan pekerjaan kepada tenaga outsourcing sifatnya terbatas, yaitu hanya pekerjaan penunjang operasi bank.
"Misalnya call center, telemarketing, jasa penagihan (debt collector), sales representative, kurir, sekuriti, dan office boy," kata Irwan di gedung Bank Indonesia kemarin. Beberapa bidang pelayanan yang termasuk inti operasional bank, seperti customer service, customer relation, dan teller tak boleh dialihdayakan.
Irwan mengatakan bank dilarang mengalihkan pekerjaan yang mengakibatkan beralihnya tanggung jawab atau risiko dari obyek pekerjaan. Menurut dia, pekerjaan penunjang yang boleh diserahkan hanyalah pekerjaan berisiko rendah.
Selain itu, pekerjaan yang dialihdayakan itu tidak butuh kompetensi tinggi di bidang perbankan dan tidak berkaitan langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasi bank.
Khusus jasa penagihan yang bisa dialihdayakan adalah bagian kredit bermasalah. Pihak ketiga yang ditunjuk juga dipilih secara ketat. Mereka, misalnya, harus berbadan hukum Indonesia, memiliki izin usaha, memiliki kinerja keuangan baik, dan memiliki personel yang mumpuni.
Peraturan ini menegaskan bank juga harus ikut bertanggung jawab atas pekerjaan yang dialihdayakannya. "PBI ini dibentuk agar bank tidak lepas tangan apabila terjadi pelanggaran hingga tindak pidana oleh pihak ketiga," kata Irwan.
Seperti diketahui, penggunaan tenaga debt collector pernah memakan korban. Nasabah Citigold Citibank, Irzen Octa, tewas dianiaya debt collector yang disewa Citibank. Namun Bank Indonesia tidak bisa menjerat bank karena saat itu belum ada aturannya.
DINA BERINA