TEMPO Interaktif, Jakarta - Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, Jumat, 16 Desember 2011. IAPI menginginkan peninjauan pasal yang memuat sanksi pidana yang dianggap tidak menghargai profesi akuntan.
“(Uji materi diajukan ke Mahkamah Konstitusi) tadi, hari ini jam 10,” ujar M Achsin dari IAPI saat mengunjungi kantor Tempo, Jumat, 16 Desember 2011.
Melalui M. Achsin, IAPI merasa keberatan dengan Pasal 55 A, 55 B, dan 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011. Undang-undang tersebut disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 5 April lalu. "Terdapat ketidakadilan dan ketidakpastian hukum, karena isinya multitafsir dan ambigu dalam pasal tersebut," kata Achsin.
Adapun isi pasal-pasal yang dianggap bermasalah adalah Pasal 55 A mengenai sanksi bagi tindak manipulasi. Kemudian Pasal 55 B terkait peraturan pelaku dan pembantu. Ancaman sanksinya adalah denda Rp 500 juta.
IAPI mempermasalahkan pasal-pasal terkait soal etika dan administratif yang seharusnya masuk wilayah profesi, bukan wilayah publik. "Apabila ada sanksi seharusnya jangan digeser melalui wilayah pidana. Akuntan publik tidaklah mungkin secara langsung menjadi pelaku, karena kemungkinannya menjadi pelaku-pembantu yaitu yang membantu terjadinya tindak pidana," jelas Achsin.
"Karena kita ini bekerja berdasarkan kertas kerja, ibarat medical record di kedokteran. Jadi tidak mungkin kita palsukan data sendiri," kata Achsin.
Achsin keberatan karena pelanggaran pada ranah etik administrasi pada kertas kerja malah dibelokkan ke pidana. Oleh karena itu, IAPI mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan pada Pasal 56 adalah mengenai sanksi yang terkait dengan pihak asosiasi. "Umpamanya akuntan publik berbuat salah, non-pegawai pun juga bersalah. Menurut kami, itu tidak filosofis, yuridis dan sosiologis," katanya.
Dengan peraturan dan sanksi tersebut, ia mengkhawatirkan adanya ancaman bagi masyarakat yang ingin berprofesi sebagai akuntan.
Sebelumnya, profesi akuntan diatur Peraturan Menteri Keuangan 17 Tahun 2008, dengan sanksi yang bersifat administratif tanpa sanksi pidana.
Kuasa Hukum IAPI Anton Silalahi menjelaskan bahwa profesi akuntan memiliki standar etika yang sifatnya independen. "Semestinya profesi akuntan dilengkapi dan difasilitasi sedemikian rupa dengan UU yang baik," kata Anton.
Menurut Anton, beberapa pasal dalam undang-undang tersebut tidak memperhatikan pengembangan profesi, tetapi langsung ke pendekatan hukuman. "Maksudnya pasti baik karena terkait hukuman apabila ada pelanggaran. Kami tidak keberatan kalau itu, tetapi kalau ada pelanggaran kode etik profesi sebaiknya diberikan sanksi sesuai sanksi profesi. Dicabut saja izinnya," katanya.
Anton menambahkan bahwa profesi akuntan sangat teknis dan mempunyai kode etik, seharusnya tindakan ditangani sesuai standar profesi. "Apabila diatur secara umum, berarti sama saja bukan dianggap profesi, tapi seperti masyarakat umum," tegas Anton.
SATWIKA MOVEMENTI