TEMPO Interaktif, Jakarta - Kasus pembantaian warga Mesuji, Lampung, seperti menguak banyaknya korban kekerasan dari aparat keamanan. Indonesia Police Watch mendata korban kekerasan polisi dengan menggunakan senjata api mencapai angka 16 korban tewas dan 69 korban luka-luka di sepanjang tahun 2011. "IPW prihatin dengan banyaknya korban aksi koboi anggota polisi ini," kata Neta S. Pane, Ketua Presidium IPW, Minggu, 18 Desember 2011.
Neta menyatakan ada dua kategori tindakan aksi koboi yang kerap dilakukan polisi. Pertama, aksi main tembak yang terjadi di sekitar wilayah tambang dan kawasan perkebunan. "Terutama pada saat warga sedang memperjuangkan hak mereka dalam sengketa dengan pengusaha tambang atau perkebunan," ujarnya. Sedangkan yang kedua merupakan aksi salah tembak yang kerap terjadi saat polisi sedang mengejar pelaku tindak kriminal.
IPW pun secara khusus menyoroti korban pembantaian warga Mesuji, Lampung, dan Sumatera Selatan, yang tidak mendapatkan bantuan polisi. "Sampai dengan 17 November 2011, korban belum mendapatkan bantuan biaya perawatan dari Polri. Padahal mereka menjadi korban penembakan membabi buta aparat keamanan di Lampung," kata Neta.
Kasus Mesuji ini sedang dalam penelusuran tim pencari fakta yang dibentuk DPR dan juga pemerintah. IPW menduga kasus tersebut tidak masuk dalam penanganan polisi akibat uang senyum yang diberikan dari perusahaan tertentu. "Polisi cenderung membiarkan dirinya menjadi satpam yang menghamba pada perusahaan yang membayarnya," katanya.
Dalam kasus Mesuji, aparat keamanan diduga menerima honor dari PT Silva Inhutani. Perusahaan ini diduga menjadi penyebab pembantaian warga Mesuji akibat adanya perluasan areal perusahaan yang masuk ke daerah hunian warga. PT Silva mengklaim ada honor yang kerap diberikan kepada aparat keamanan untuk mengamankan lahannya.
EZTHER LASTANIA