TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum menemukan 1718 pelanggaran sepanjang pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2011. Dari jumlah itu, 781 pelanggaran atau setara 45 persen tidak ditindaklanjuti.
Anggota Badan Pengawas Bidang Hukum dan Penanganan Pelanggaran Wirdyaningsih menyebutkan berbagai pelanggaran terjadi di seluruh proses pemilu. Dari 937 pelanggaran yang ditindaklanjuti, 372 pelanggaran berupa tindak pidana dan 365 pelanggaran administrasi. "Pelanggaran pidana dan administrasi ini selalu melibatkan tim kampanye dan penyelanggara pemilu, " ujar Wirdyaningsih di kantornya, Selasa, 20 Desember 2011.
Beberapa pelanggaran administrasi yang terjadi, misalnya, tidak diumumkannya daftar pemilih sementara, pemasangan alat peraga yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kampanye di luar jadwal, pelibatan pegawai negeri sipil, kampanye terselubung, dan pencoblosan menggunakan kartu undangan orang lain.
Pelanggaran administrasi ini tidak hanya dilakukan oleh tim kampanye, tetapi juga oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara. Hal ini disebabkan adanya konflik kepentingan antara penyelenggara dan salah satu pasangan. "Akibatnya di beberapa daerah ditemukan adanya bakal calon yang seharusnya memenuhi syarat dana tidak dinyatakan lolos oleh KPU."
Sedangkan pada tindak pidana yang terjadi dalam proses pemilu, dia menyebut pelanggaran terbesar adalah adanya politik uang. "Politik uang ini terjadi hampir di seluruh tahapan pemilukada."
Wirdyaningsih mengakui lembaganya kesulitan meneruskan laporan pelanggaran politik uang ke kepolisian. Alasannya, kepolisian selalu meminta bukti lengkap dan berbelit terkait money politics. "Padahal, tugas Bawaslu tidak sampai proses penyidikan begitu."
IRA GUSLINA