TEMPO.CO, Jakarta - Kuatnya sentimen negatif dari faktor global membuat apresiasi rupiah kembali tertahan. Masuknya Indonesia ke level investment grade (layak investasi) belum mampu mendorong rupiah menguat hingga di bawah level 9.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam transaksi pasar uang kemarin, nilai tukar rupiah justru kembali melemah 33 poin (0,37 persen) ke level 9.068 per dolar AS. Euro yang kembali sempat melemah di bawah US$ 1,3 dan berita kematian pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, membuat mata uang Asia melemah kembali membebani rupiah.
Pengamat pasar uang dari PT Harvest International Futures, Tonny Mariano, mengemukakan kekhawatiran terhadap masalah Eropa masih menjadi penggerak rupiah. Jatuhnya euro hingga ke level US$ 1,29 memicu penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia. "Dengan menguatnya dolar AS, membuat rupiah dan mata uang Asia lainnya kembali terdepresiasi," tuturnya.
Kematian Kim Jong-il juga membuat mata uang Asia melemah karena suhu geopolitik Semenanjung Korea mulai menghangat. Para pelaku pasar kembali cemas terhadap keamanan di dua negara Korea sehingga indeks saham bursa Seoul sempat jatuh hingga lebih dari 4 persen.
Ditambah lagi masih tingginya permintaan dolar dari korporat menjelang akhir tahun membuat rupiah sempat berada di atas level 9.100 per dolar AS kemarin. Namun Bank Indonesia (BI) yang tetap menjaga rupiah di pasar membuat mata uang lokal mampu berbalik arah menguat. Dengan begitu, rupiah mampu bertahan di bawah level 9.000 per dolar AS.
Tonny memproyeksikan rupiah hari ini akan ditransaksikan dalam rentang 9.050-9.150 per dolar AS. Campur tangan BI biasanya mampu menyelamatkan rupiah pada sore hari menjelang pasar tutup.
PDAT | VIVA B KUSNANDAR