TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo menyatakan audit penyaluran gula rafinasi sudah selesai dilakukan dan hasilnya akan dilaporkan ke Kementerian Koordinator Perekonomian. Dari delapan distributor gula, kata dia, tidak semuanya menyalurkan gula pada konsumen.
“Namanya melanggar dilihat besar-kecilnya pelanggaran. Tidak semua bersih sama sekali,” katanya, Selasa, 20 Desember 2011. Selanjutnya, Kementerian akan memetakan perusahaan gula rafinasi mana yang paling banyak pelanggaran.
Sayangnya, ketika ditanyai tentang berapa banyak yang melanggar dan volume pelanggarannya, Gunaryo menolak menjawab. "Soal angka, nanti. Saya harus laporkan ke atasan dulu. Tapi kita punya toleransi. Toleransi ini maksudnya pelanggaran yang terjadi masih dalam koridor yang relevan. Jumlahnya tidak terlalu signifikan."
Menurut Gunaryo, pengurangan kuota bahan baku gula rafinasi sebagai sanksi pelanggaran distribusi akan dibicarakan lebih lanjut. “Mereka butuh bahan baku. Walaupun punya izin, kalau bahan baku tidak ada, mereka akan lebih susah,” katanya
Ia malah mengusulkan pembinaan yang lebih ketat kepada industri dalam mendapatkan suplai gula mentah. “Sebab, sekalipun diberi peringatan kalau mereka tetap mendapat alokasi, sama saja bohong," kata Gunaryo.
Adapun untuk penyaluran kebutuhan di daerah, Kementerian Perdagangan akan mendorong produksi gula kristal putih dari PTPN XIV. "Bahkan dari PTPN X sudah menjamin bahwa pasokan gula kristal putih di daerah cukup. Kita prioritaskan penyaluran gula kristal putih ke daerah timur dulu."
Sebelumnya, sempat terjadi demonstrasi yang diikuti sekitar lima ribu petani tebu di depan kantor Kementerian Perdagangan, Istana Negara, dan Kementerian Perindustrian, kemarin, yang menolak rencana pemerintah mengimpor gula konsumsi pada Rabu pekan lalu. Mereka pun menuntut pencabutan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 111 Tahun 2009 yang menyebutkan gula rafinasi yang diimpor bisa digunakan oleh industri kecil dan rumah tangga.
Keputusan itu dituding sebagai pemicu peredaran gula rafinasi di pasar. “Akibatnya, harga gula produk petani anjlok dari Rp 8 ribu menjadi Rp 7 ribu per kilogram sejak tahun lalu,” ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Soemitro Samadikoen.
Ribuan petani yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Medan ini menuntut adanya tindakan kepolisian atas rembesan gula rafinasi di pasar konsumen sebesar 400 ribu ton, selain mereka menggugat 720 ribu ton gula selundupan asal Malaysia dan Thailand melalui Entikong dan Nunukan sebesar 720 ribu ton.
Kalangan petani juga mendesak rencana impor gula untuk alokasi tahun depan dibatalkan. Sebab, stok gula nasional diyakini masih cukup memenuhi kebutuhan hingga Mei mendatang.
AYU PRIMA SANDI